SULBARONLINE.COM, Nasional – Pemerintah Indonesia tengah menyusun peraturan publisher rights di Indonesia yang kini mulai banyak dibicarakan oleh Pemerintah lalu dimuat dalam pemberitaan media nasional dan lokal, namun apa sebetulnya publisher rights itu?
Berdasarkan pengertiannya publisher rights adalah hak penerbit dan merupakan sebuah regulasi untuk platfrom digital Global yang mengharuskan platform asing bekerja sama dengan perusahaan media di Indonesia, pertanyannya kemudian apa-apa saja platfrom digital tersebut. Platform tersebut adalah Google, Instagram, Facebook dan lain-lainnya.
Rancangan Perpres publisher rights diusulkan pada tahun 2021. Pemerintah saat ini tengah mempercepat penyelesaiannya. Terdapat tiga isu yang menjadi perhatian pemerintah indonesia. Hal ini disebutkan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria.
“Yang pertama soal lebih berkaitan dengan kerja sama bisnis yang B to B, kemudian kedua soal data dan ketiga algoritma (platform digital),” tuturnya saat Diskusi Publisher Rights bersama Pemimpin Redaksi kompas.com di Menara Kompas, Jakarta Pusat, Selasa (25/07/2023).
Dalam Regulasi itu kata Wamen Nezar Patria, pemerintah saat ini mencoba untuk membangun keberlanjutan atau sustainability industri media di tengah disrupsi digital. Penegasan kepada publik juga demikian dan memilah konten berita atau tidak.
“Secara umum Perpres Publisher Rights mengatur terkait konten-konten berita yang dihasilkan oleh perusahaan pers. Kemudian platform juga bisa melakukan semacam filtering mana konten yang sifatnya news, mana yang bukan, dan yang news inilah yang dikomersialisasi,” jelasnya.
Mengenai algoritma, Wamen Nezar Patria menegaskan hal itu sebagai upaya mencegah konten yang potensial mengandung hoaks, misinformasi, disinformasi atau yang tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta kode etik jurnalistik.
“Masalah inilah kemudian menjadi diskusi karena ada beberapa platform media sosial merasa untuk algoritma itu mereka agak kesulitan, terutama misalnya memastikan satu konten sesuai dengan kode etik jurnalistik atau tidak. Itu mereka bilang agak sulit,” tuturnya.
Komite Independen
Wamenkominfo juga menjelaskan wacana Komite Independen yang terdiri dari lembaga kuasi Dewan Pers, kalangan akademis atau pakar dan perwakilan Pemerintah.
“Isinya diusulkan ada 11 orang lima orang dari Dewan Pers, lima orang dari pakar yang tidak terafiliasi oleh industri media dan tidak terafiliasi oleh platform media sosial dan satu unsur dari kementerian,” ujarnya.
Menurut Wamen Nezar Patria, peran Komite Independen dinilai strategis sebagai penengah diantara industri media dan platform digital.
“Nanti komite akan bekerja dipilih untuk tiga tahun sekali, kemudian kalau ada satu konten yang menurut komite ini harus ‘ditertibkan’ mereka akan melaporkan ke Menteri Kominfo dan oleh Menteri akan dipakai perangkat-perangkat yang selama ini dimiliki baik perangkat hukum, regulasi, termasuk juga wewenangnya ada di Kominfo untuk misalnya memfilter ataupun mencegah konten-konten itu bisa menyebar,” jelasnya.
Di awal diskusi, Wamen Nezar Patria menyampaikan perkembangan Perpres Publisher Rights yang saat ini telah diserahkan kepada Sekretariat Negara. Setelah pembahasan dengan pemangku kepentingan sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan dukungan Pemerintah mengenai pengaturan Publisher Rights dalam Peringatan Hari Pers Nasional, Februari 2023 lalu. (Sumber: Kementerian Kominfo).