Penulis : Evi Arianti, SST (Statistisi BPS Kabupaten Mamasa)
Pembangunan dan Kualitas Hidup
Pemerintah dalam melakukan pembangunan memiliki berbagai tujuan, salah satuya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut menjadikan manusia (masyarakat/penduduk) sebagi obyek dari pembangunan, sehingga keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari apa yang telah masyarakat terima dari pembangunan.
Seiring dengan berkembangnya berbagai aspek kehidupan, selain menjadi obyek pembangunan, masyarakat juga diharapkan ikut menjadi subyek pembangunan itu sendiri. Keikutsertaan masyarakat sebagai subyek pembangunan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap kemajuan suatu wilayah. Masyarakat yang seperti apakah yang diharapkan?
Masyarakat dengan kualitas hidup yang baik akan dapat memberikan kontribusi positif atau ikut berperan dalam pembangunan. Contohnya, masyarakat yang berpendidikan atau memiliki pengetahuan akan dapat memberikan kontribusi lebih pada kehidupan sosial masyarakat. Banyak penelitian yang menemukan bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap pengurangan kemiskinan.
Dalam bekerja, masyarakat yang memiliki pengetahuan akan lebih efektif jika dibandingkan dengan masyarakat yang kurang pengetahuan. Demikian pula dengan peluang atau harapan hidup juga memiliki peran terhadap kontribusi seseorang dalam berbagai aspek. Semakin panjang usia seseorang, semakin banyak kontribusi yang dapat diberikannya. Selain itu, daya beli masyarakat juga memiliki peran yang penting dalam mempercepat roda perekonomian suatu wilayah.
Dengan merujuk pada fungsi masyarakat sebagai obyek sekaligus subyek pembangunan, hasil pembangunan, peran serta masyarakat, dan kualitas hidup masyarakat merupakan tiga hal yang saling terkait. Hasil pembangunan adalah peningkatan kualitas hidup masyarakat dimana jika kualitas hidup masyarakat semakin baik akan meningkatkan kontribusi atau peran serta masyarakat terhadap pembangunan itu sendiri. Sehingga ketika kita melakukan pengukuran terhadap kualitas hidup masyarakat secara langsung juga mengukur hasil pembangunan itu sendiri.
Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia. IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standard hidup layak (decent standard of living). Sehingga IPM dapat digunakan untuk mengukur akses penduduk terhadap hasil pembangunan dalam hal memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan lainnnya.
IPM/HDI diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 yang kemudian disempurnakan metodenya pada tahun 2010 seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Pada awalnya IPM merupakan rata-rata aritmatik dari:
1. Angka Harapan Hidup (AHH) sebagai alat ukur dimensi umur panjang dan hidup sehat,
2. Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) sebagai alat ukur dimensi pengetahuan,
3. Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita sebagai alat ukur standard hidup layak.
Dan mulai tahun 2010 metode baru untuk menghitung IPM yaitu rata-rata geometrik dari:
1. Angka Harapan Hidup (AHH) sebagai alat ukur dimensi umur panjang dan hidup sehat,
2. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS) sebagai alat ukur dimensi pengetahuan,
3. Produk Nasional Bruto (PNB) perkapita sebagai alat ukur standard hidup layak.
Alasan penggunaan metode baru tersebut dikarenakan ada beberapa indikator yang sudah dianggap tidak tepat dalam penghitungan IPM. Diantaranya Angka Melek Huruf yang sudah tidak relevan dalam menggambarkan kualitas pendidikan, sehingga diganti dengan Angka Harapan Lama Sekolah yang lebih merepresentasikan perbedaan tingkat pendidikan antar daerah secara lebih baik. PDB perkapita juga dinilai kurang menggambarkan pendapatan masyarakat pada wilayah tertentu, sehingga diganti dengan PNB perkapita yang memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan. Untuk penghitungan IPM provinsi dan kabupaten/kota menggunakan pengeluaran per kapita yang disesuaikan (Purchasing Power Parity/PPP).
Selain itu, penghitungan rata-rata geometrik dalam menyusun IPM dapat diartikan bahwa capaian satu dimensi tidak dapat ditutupi oleh capaian di dimensi lain. Artinya, untuk mewujudkan pembangunan manusia yang baik, ketiga dimensi harus memperoleh perhatian yang sama besar karena sama pentingnya.
IPM merupakan indikator yang penting dalam upaya pembangunan kualitas hidup masyarakat. Perkembangan nilai IPM dari waktu ke waktu dapat menunjukkan hasil dari pembangunan manusia. Selain itu IPM juga menjadi alat ukur level pembangunan suatu wilayah. Di Indonesia, selain untuk mengukur kinerja pembangunan, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU). IPM juga dijadikan salah satu indikator dalam menyusun target pembangunan pemerintah.
IPM Sulawei Barat, Level Sedang dan Cepat
Badan Pusat Statistik merupakan instansi yang merilis angka IPM, baik IPM nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota. Dengan konsep yang seragam dalam penghitungan IPM tersebut maka angka IPM antar wilayah dapat dibandingkan.
Pada tahun 2019 BPS telah merilis angka IPM Provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia tahun 2018 dimana nilai IPM Sulawesi Barat sebesar 65,10 berada di peringkat delapan dari sepuluh provinsi di kawasan Sulampua dan selama kurun waktu delapan tahun terakhir (2011 – 2018), capaian pembangunan manusia Sulawesi Barat terus membaik dan berada pada level/status pembangunan manusia “sedang” (60 ≤ IPM ≥ 70) dengan nilai IPM=60,63). Angka tersebut meningkat sebesar 4,47 poin dari tahun 2011 atau meningkat dari tahun ke tahun. Dan peningkatan tersebut cukup menggembirakan karena pergerakan IPM Sulawesi Barat sedikit lebih cepat dari IPM Indonesia.
Hal ini dapat diartikan bahwa upaya pembangunan di Sulawei Barat secara umum telah meningkatkan kualitas hidup masyarakat walaupun masih tidak secepat provinsi lain yang ada di kawasan Sulampua khusunya provinsi yang ada si Sulawesi.
Angka IPM yang menggambarkan hasil pembangunan manusia tidak terlepas dari pembangunan pada ketiga dimensi pembangunan manusia, yaitu dimensi umur panjang dan hidup sehat, dimensi pengetahuan, serta dimensi standard hidup layak.
Sebagai alat ukur dimensi umur panjang dan hidup sehat, AHH Sulawesi Barat sebesar 64,58 tahun yang artinya setiap penduduk yang lahir memiliki peluang hidup hingga umur hampir 65 tahun. Tidak meningkat signifikan dibanding tahun 2013 yang sebesar 63,32 tahun, dan namun maih tertinggal 6,62 tahun dari AHH nasional yang sebesar 71,20 tahun pada 2018.
Pada dimensi pengetahuan, HLS di Sulawesi Barat pada tahun 2018 sebesar 12,59 tahun yang artinya bahwa anak-anak sekolah di Sulawesi Barat memiliki peluang sekolah hingga lulus SMA atau D1. Dan RLS di Sulawesi Barat pada tahun 2018 sebesar 7,50 tahun yang artinya rata-rata penduduk Sulawesi Barat yang berusia 25 tahun ke atas telah memperoleh pendidikan hingga setingkat SMP kelas 1.
Sedangkan pada dimensi standard hidup layak, dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomia Sulawesi Barat, masyarakat/penduduk Sulawesi Barat memiliki kemampuan secara ekonomi yang semakin meningkat pula. Dimana pada tahun 2013 pengeluaran perkapita masyarakat adalah sebesar Rp 8.148 ribu menjadi Rp 9.051 ribu pada tahun 2018.
Selama kurun waktu enam tahun terakhir (2013-2018), capaian pembangunan manusia di tingkat provinsi maupun kabupaten di Sulawesi Barat terus membaik. Di tingkat provinsi, capaian IPM pada tahun 2013 di posisi 61,53, dengan capaian tersebut Sulawesi Barat sudah berstatus pembangunan manusia “sedang” (60 ≤ IPM < 70). Sementara di tingkat kabupaten, sebagian besar sudah berstatus “sedang”. Dari enam kabupaten yang ada pada saat itu, hanya satu kabupaten yang masih bertatus “rendah” yakni kabupaten Polewali Mandar (59,27).
Angka IPM didasari oleh nilai agregat yang menggunakan prinsip nilai rata-rata. Sehingga tidak dapat dijadikan tolok ukur mutlak dalam menilai keberhasilan pembangunan, melainkan menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan.
Yang perlu dicermati dari hasil IPM Sulawesi Barat yang telah dibahas sebelumnya adalah peningkatan pembangunan manusia yang masih dalam level “sedang” dalam kurun waktu enam tahun belakangan ini. Sehingga pemerintah diharap melakukan peningkatan yang lebih dalam upaya membangun kualitas hidup masyarakat yang ada di Sulawesi Barat agar di masa yang akan datang pembangunan manusia mencapai level “tinggi”.