SULBARONLINE.COM, Mamuju — Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) RI bersama komisi VIII DPR RI mengelar diseminasi Pengawasan Pengelolaan Keuangan Haji, yang berlangsung di hotel Pantai Indah Mamuju, Sabtu (24/04/21).
Kegiatan bertema “Pengawasan Pengelolaan Keuangan Haji di Era Pandemi Covid 19”, menghadirkan Stakeholder terkait Perhajian.
Sebelum kegiatan dimulai, seluruh peserta dan undangan lainnya tetap mengikuti proses tes swab sebagai bentuk komitmen pencegahan Covid-19. Di dalam ruangan, protokol kesehatan juga tetap diutamakan, utamanya penggunaan masker dan jaga jarak.
Hadir sebagai Narasumber, yakni anggota dewan pengawas BPKH, Prof. Dr. H. Abdul Hamid Paddu, Anggota komisi VIII DPR RI, H. Arwan M Aras Tammauni, ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Barat, KH. Abdul Mannan USA, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulbar, Wahyun Mawardi, Kabid Penyelenggaran Haji Umroh Kementerian Agama (Kemenag) Sulbar, Suharli.
Dalm sambutannya saat membuka kegiatan tersebut, Anggota Komisi VIII DPR RI, H. Arwan Aras mengatakan tujuan kegiatan ini untuk mensososialisasikan peran pengawasan BPKH kepada masyarakat Sulawesi Barat.
“DPR RI memiliki fungsi untuk mengawasi setiap apa saja kegiatan yang dilakukan oleh BPKH, dan akan berlanjut terus hingga semua yang diharapkan, tentunya dana nilai manfaat bisa digunakan pada waktu di musim haji,” kata Arwan.
Legislator muda asal dapil Sulbar ini juga berharap, dengan digelarnya kegiatan tersebut, masyarakat dapat mengetahui pengelolaan dana haji oleh BPKH yang digunakan sesuai peruntukannya.
“Kegiatan ini juga dimaksudkan agar masyarakat memahamai pengelolaan dana haji. Hal itu supaya tidak ada persepsi di masyarakat macam-macam tentag pengelolaan dana haji itu sendiri,” harapnya.
Sementara itu, Anggota Dewan Pengawas BPKH, Prof. Dr. H. Abdul Hamid Paddu mengatakan, diseminasi ini untuk memberikan informasi kepada masyarakat, bahwa uang jemaah haji yang disimpan dan disetorkan dipastikan aman.
“Insya Allah aman, dan dikelola secara sangat baik sesuai amanah undang-undang, baik penempatan maupun investasi secara syari’ah. Kemudian akan diawasi secara maksimal, baik oleh badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan juga DPR. Dan tiap tahun menghasilkan cukup tinggi nilai manfaatnya. Tahun ini diperkirakan mencapai Rp 7,3 triliun,” jelasnya.
Menurutnya, hasil keuntungan nilai manfaat itulah yang selanjutnya untuk mencukupkan pemberangkatan haji.
“Biayanya sebagian disisihkan untuk ke rekening masing-masing jemaah. Biaya di Kementerian Agama itu Rp 72 juta tapi jemaah haji menyetor Rp 35 juta,” paparnya.
Menghadapi pandemi Covid-19, tambah Abdul Hamid, BPKH juga memastikan mengelola keuangan untuk mampu memberangkatkan jemaah haji dimana kondisi ekonomi saat ini yang sementara melemah.
“Tahun 2020 lalu terjadi pandemi, jumlah jemaah baru berkurang, dimana sebelum pandemi tujuh ratus ribu, tahun 2020 hanya empat ratus delapan puluh ribu. Jadi kami menyiasati pasar secara hati-hati, dan kami sangat ketat menyeleksi secara optimal,” ungkapnya.
Soal melebarkan investasi yang didorong oleh DPR-RI, lanjut dia, BPKH sangat mendukung, dimana harga kebutuhan haji kedepan diyakini masih tinggi, sehingga keuntungan yang dikelola juga harus lebih tinggi.
“Untuk mendapat Imbal hasil lebih tinggi, itu biasanya diinvestasi langsung. Cuma memang kalau investasi langsung harus cermat sekai karena risikonya agak tinggi, misalnya investasi memberi hotel untuk jemaah di Mekkah, kemudian industri Catering, itu bagus. Tapi sementara kami proses usulan itu, dan kami sangat hati-hati,” sebutnya.
Terakhir, Abdul Hamid berharap, melalui diseminasi ini masyarakat dapat menjadi paham dan mengetahui dengan benar bahwa sesungguhnya total biaya haji adalah Rp 70 juta, namun hanya Rp 35 juta yang disetor.
“Kemudian masyarakat juga jadi paham bahwa uangnya aman dan tidak dipakai macam-macam. Sekian lama ini kan banyak yang curiga jangan sampai dipakai pemerintah yang tidak-tidak, tetapi kan tidak benar. Justru uangnya dikelola dengan baik untuk menghasilkan dan untuk investasi,” tutupnya.