Alasan Mengapa Physical Distancing Kurang Efektif

Oleh: Muhammad Rajab (Pemuda Mammbuliling).

SULBARONLINE.COM, Opini – Sampai hari ini, 12 Mei 2020 pukul 11:47 WITA, Gugus Tugas Covid-19 pemerintah Provinsi Sulawesi Barat telah mengeluarkan data terbaru jumlah kasus virus Covid-19 di Sulawesi Barat, Yakni :
Dengan jumlah positif Covid -19, kini total kasus positif Covid-19 di Sulawesi Barat mencapai 68 orang, (Sementara Dirawat : 59, Isolasi Mandiri : 2, Sembuh : 5, Meninggal : 2).

Jumlah Orang Tanpa Gejala (OTG) mencapai 728 orang. (Pengawasan : 346, Meninggal : 0, Selesai : 382).

Jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) mencapai 64 orang. (Pengawasan : 25, Meninggal : 5, Selesai : 34). Jumlah Orang Dalam Pengawasan (ODP) mencapai 1481 orang. (Pemantauan : 140, Selesai : 1340, Meninggal : 1).

Berbagai macam upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan kurva penularan virus Covid-19. Salah satunya adalah social distancing atau yang sekarang bisa juga disebut dengan physical distancing.

Sebelum kita bahas lebih lanjut, mari kenali apa itu social distancing atau physical distancing.

Social distancing merupakan salah satu dari berbagai langkah untuk mencegah penularan virus Covid-19. Cara ini diterapkan dengan tidak berkunjung ke tempat yang ramai dan melakukan kontak langsung dengan orang lain.

Ketika social distancing, kita juga tidak dianjurkan untuk berjabat tangan serta harus menjaga jarak setidaknya 1 meter saat berinteraksi.

Berikut ini merupakan anjuran komitmen guna menurunkan kurva Covid-19 menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, antara lain:

– Komitmen Pakai Masker
– Komitmen Jaga Jarak
– Komitmen Menjalankan 3S Terhadap info Covid-19 (Saring Sebelum Sharing)
– Komitmen Tidak Mudik
– Komitmen Di Rumah Saja

Namun, beberapa waktu lalu World Health Organization (WHO) memutuskan untuk mengganti frasa social distancing menjadi physical distancing.

Penggantian frasa ini untuk mengklarifikasi bahwa terdapat perintah agar tetap tinggal di rumah untuk mencegah penyebaran Covid-19. Meski begitu, hal ini tidak berarti bahwa seseorang diharuskan untuk memutus kontak dengan orang lain secara sosial.
Penggunaan frasa physical distancing diharapkan dapat memperjelas imbauan WHO, yaitu menjaga jarak fisik untuk memastikan penyakit tidak menyebar.

Walaupun terpisahkan oleh jarak, kita masih bisa menjaga komunikasi satu sama lain dengan bantuan teknologi dan internet. Kita masih bisa memberi kabar dan semangat sehingga perasaan negatif seperti kesepian, sedih, atau terasingkan tidak memicu stres, depresi, serta melemahkan imun tubuh.

Maka dari itu, pemerintah dan WHO berharap istilah physical distancing membuat masyarakat memahami bahwa salah satu upaya mencegah penyebaran Covid-19 adalah menjaga jarak aman secara fisik, bukan memutus kontak secara sosial.

Sudah 2 bulan semenjak Presiden Joko Widodo mengimbau warga Indonesia untuk melakukan physical distancing dan memusatkan kegiatan di rumah saja. Namun, nampaknya hal ini belum memberi dampak yang signifikan pada upaya penekanan wabah Covid-19 di Indonesia.

Dosen Ilmu Komunikasi IAIN Parepare, La Ode Arwah Rahma, beropini bahwa berbagai alasan bisa menjadi penyebab mengapa physical distancing tidak berkontribusi banyak dalam upaya menekan wabah virus Covid-19, yaitu :

1. Merupakan hal baru bagi warga Indonesia.

La Ode mengatakan, social distancing atau physical distancing merupakan hal baru bagi masyarakat Indonesia yang berwatak kolektivis komunal. Menurutnya, hal ini bisa jadi salah satu faktor ‘gagal’-nya gerakan tersebut, sebagai alternatif kebijakan lockdown dan darurat sipil yang batal diberlakukan pemerintah.

2. Penyampaian program ke masyarakat terkesan kacau dan dadakan.

La Ode berpendapat, ‘kegagalan’ kampanye social distancing atau physical distancing ini kemungkinan juga disebabkan oleh penyampaian program ke masyarakat yang tidak terencana dengan baik.

3. Adanya budaya “Ngerumpi”

“Pada masyarakat timur yang dominan menggunakan budaya komunikasi verbalisme lisan, kemudahan yang ditawarkan kemajuan teknologi komunikasi ternyata tak menghilangkan kebiasaan mereka untuk ‘ngerumpi‘ sebagai manifestasi tuntutan akan kebutuhan komunikasi,” tutur La Ode.

Nah, jadi, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa untuk menyelesaikan pandemi Covid-19 ini harus dilakukan secara kompak bersama-sama.

Wabah ini takakan berhenti bila masyarakat tidak memiliki kesadaran betapa berbahaya dan mudahnya virus Covid-19 ini menyebar. Maka dari itu, mari kita patuhi pemerintah dan melakukan physical distancing untuk menghentikan merebaknya virus Covid-19 di negeri ini.