Oleh: Jack Paridi, Sekjen Komunitas Mahasiswa Untuk Kedaulatan Rakyat (Komkar) Mamuju.
SEMANGAT Demokrasi reformasi 22 tahun silam adalah lahir dari kesadaran demokrasi atas hak dasar kedaulatan rakyat yang diperjuangkan oleh para pendahulu untuk menumbangkan rezim yang tidak berpihak kepada rakyat dan kaum tertindas lainnya.
Di tahun 2020 kali ini akan dilaksanakan pesta demokrasi yaitu pemihan Kepala Daerah serentak termasuk Kabupaten Mamuju, ditengah hiruk pikuk dan fanatisme sirkus pemilihan Bupati 2020, banyak kemudian yang mengkampanyekan jangan Golput karena satu suara yang akan menentukan di Pemilihan 9 Desember mendatang, ini adalah hal yang wajar karena mereka hidup dibawah sistem kehidupan yang nyaman, namun kami memahami bahwa kemiskinan imajinasi mereka tidak luput dari pengaruh ekonomi, sosial dan politik yang mengkungkung daya pikir mereka.
Golput bukanlah pernyataan bahwa tidak ada yang cocok dengan kami, melainkan orang dan partai yang menjalankan sistem perpolitikan kita sudah sepenuhnya bobrok, karena sebaik apapun citra yang ditampilkan oleh calon yang sudah terseleksi oleh oligarki partai, ini tidak akan berpengaruh pada perubahan Rakyat dalam hal ini Petani, Nelayan, Buruh, Kaum Miskin Kota, Tenaga Kontrak Dan Kaum Tertindas lainnya. Dan parahnya malah akan membuka ruang bagi partai untuk memonopoli Oligarki atas kontral politik yang telah dilakukan serta memperkokoh penetrasi Kapital atas proses politik dan sendi-sendi kehidupan Rakyat Indonesia, khususnya Kabupaten Mamuju.
Ada beberapa alasan kenapa kita harus tidak memilih di 9 Desember nanti seperti, tidak sepakat terhadap dengan sisitem politik yang dibangun oleh partai selama ini, tidak sepakat terhadap janji janji politik yang dibangun terhadap rakyat, tidak sepakat dengan adanya kontrak politik yang dibangun bersama kapital serta pemilihan tidak relevan dengan kebutuhan hidup warga karena hanya melahirkan oligarki kekuasaan.
Pilihan rasional ini kita harus ambil untuk memulai kembali ikhtiar menuju demokrasi yang substansial dan menolak Demokrasi jadi-jadian dengan pilihan calon medioker hasil dari politik transaksional oligarki yang nihil dalam komitmen baik itu bicara lingkungan, peniddikan, kemiskinan, korupsi, infrastruktur, pensejahteran nelayan, tenaga kontrakn dan petani, serta tak memiliki tawaran alternatif untuk menjawab persoalan sosial di daerah.
Kami memahami sepenuhnya bahwa Golput bukanlah tujuan akhir, melainkan ini awal dari protes terhadap kondisi perpolitikan hari ini, kami menyadari bahwa kritisme yang sanggup melampaui momen pemilihan umum sangat penting untuk dijaga, oleh karena itu kami akan tetap mengambil sikap kritis, terlepas dari siapapun yang terpilih nantinya, ini bukan soal ingin memboikot Pemilu, tetapi cara menyadarkan oligareki bahwa menyuruh Rakyat untuk berpartisipasi dalam sandiwara Pemilu sama saja dengan melenggangkan pembodohan, merusak citra arti dari Demokrasi serta bertolak belakang dengan cita-cita untuk membangun masyarakat yang makmur, adil serta maju.
Untuk itu kami dari FFPI PIMKOT MAMUJU, Mahasiswa Peduli Ekonomi Kerakyatan (MAPER) , Komunitas Mahasiswa Untuk Kedaulatan Rakyat (KOMKAR), juga akan tetap memlih tapi untuk tidak memilih (GOLPUT) sebagai politik gerakan untuk mencerdaskan rakyat atas praksis poltik yang makin jauh dari semangat Reformasi 22 Tahun silam yang lahir dari kesadaran demokrasi atas hak dasar untuk kedaulatan rakyat dan Hak ini dijamin dalam konstitusi dalam putusan MK Nomor 011-017/PUU-1/2003 yang menyebutkan hak warga Negara untuk memilih dan dipilih adalah hak yang dijamin oelh konstitusi dan undang-undang.