12.794 BPJS Warga Majene Dinonaktifkan, Begini Tindakan Adi Ahsan

SULBARONLINE.COM, Mamuju — Sebanyak 12.794 Warga miskin di Kabupaten Majene sebagai penerima bantuan iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) tak bisa lagi menggunakan kartunya secara gratis sejak Januari 2021 ini.

Kartu BPJS warga ini dinonaktifkan karena Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat tak lagi menanggung anggaran subsidi bagi warga.

Tak hanya di Majene, 5 Kabupaten lainnya, yakni Polewali Mandar, Mamasa, Mamuju, Mamuju Tengah dan Pasangkayu juga mengalami hal serupa. Totalnya untuk Sulbar sebanyak 73.697 warga.

Kepada SULBARONLINE.COM saat dihubungi via Telepon, Jumat (8/1/21), Wakil Ketua DPRD Majene, Adi Ahsan mengakui hal tersebut. Ia membenarkan adanya penonaktifan BPJS milik warga Majene yang berlaku mulai awal Tahun ini.

“Beberapa hari ini, kami terima laporan dari warga, katanya kartu PBJS PBI nya non aktif. Dan berdasarkan surat BPJS Perwakilan Polewali Mandar, yang ditujukan kepada Bupati Majene, tertanggal 30 Desember 2020, isinya menyampaikan berakhirnya perjanjian kerjasama antara BPJS dengan Pemprop Sulbar. Dengan demikian kepesertaan BPJS PBI warga Majene yang sumber anggarannya dari Pemrov Sulbar, kisarannya berjumlah 12.794 jiwa, secara otomatis berakhir,” kata Adi Ahsan.

Olehnya, Adi Ahsan mengaku, pada Jumat (8/1/21), bersama pimpinan DPRD Kabupaten lainnya di Sulbar menggelar rapat bersama dengan DPRD Provinsi Sulawesi Barat. Rapat dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Sulbar, Hj. ST Suraidah.

Hadir sejumlah pimpinan DPRD Kabupaten, seperti Polman, Majene, Mamuju dan Mamuju Tengah. Termasuk sejumlah Kepala OPD terkait di masing-masing Kabupaten untuk membicarakan hal tersebut.

Adi Ahsan kembali menceritakan awal mula program pembiayaan untuk BPJS PBI bagi warga Majene.

“Jadi memang tahun 2016 dan 2017 itu Pemprov memprakarsai pertemuan dengan mengundang pihak terkait kabupaten di Sulbar dalam rangka mendukung program pemerintah pusat yaitu UHC (Universal Health Coverage). Bagi kabupaten yang mencapai UHC itu akan tetap dibantu Provinsi, sehingga kesepakatan pada tahun 2017 pada waktu itu yaitu penganggaran 70; 30. Kabupaten Majene 70 Persen, dan Provinsi 30 persen. Jadi 12.794 itu yang disubsidi. Program ini sangat membantu kami di Majene. Jadi kami dapat UHC itu tahun 2018, 2019 dan 2020,” jelas Adi Ahsan.

“Jadi sesungguhnya, yang memprakarsai program ini adalah pemerintah provinsi. Keseluruhan, Pemerintah Provinsi menanggung sebanyak 73.697 warga di 6 Kabupaten,” tambah dia.

Politisi muda Partai Golkar itu mengaku, selama 3 Tahun warga Majene sangat terbantu melalui kebijakan Provinsi. Hanya saja, Tahun 2021 ini kebijakan dan program tersebut diakhiri tanpa pemberitahuan atau sosialisasi kepada warga secara maksimal.

“Kami pernah menghadap komisi III dengan Sekda Provinsi, menyampaikan keluhan ini. Sekda waktu itu belum bisa menjawab pasti. Mestinya kami diberi penjelasan agar kami juga bisa bergerak dan mengantisipasi hal ini untuk warga. Tiba-tiba kami menerima surat dari Provinsi bahwa perjanjian kerjasama diakhiri. Jadi BPJS warga langsung tidak aktif. Beberapa kejadian, warga kami akhirnya kesulitan menghadapi kondisi ini. Kasihan warga kami bagaimana nasibnya kedepan,” katanya.

Adi Ahsan juga menyayangkan pertemuan dan rapat bersama pimpinan DPRD Sulbar. Sebab, Kepala OPD Provinsi yang terkait tidak hadir secara langsung, hanya diwakili saja.

“Rumah Sakit diwakili, Dinas Kesehatan diwakili, sehingga tidak solusi. Sehingga pada hari Rabu, DPRD Sulbar kami minta mengundang kami kembali 6 Kabupaten, pimpinan dan komisi terkait, Kadis Sosial, Keuangan dan Dinas Kesehatan. Belum ada solusi, karena tadi kami menyarankan akhiri pertemuan daripada berdebat tidak ada penyelesaian persoalan,” tegasnya.

Legislator peraih suara terbanyak hasil Pileg 2019 di Majene ini juga menyarankan, selain menghadirkan pihak terkait yang berkepentingan untuk mencari solusi pada pertemuan berikutnya, dirinya juga mendesak agar program ini tidak tidak dihapus.

“Program ini tidak boleh dihapus, meskipun dikurangi jumlahnya. Kami juga maklumi kondisi di Provinsi. Kami minta tetap memperhatikan Kabupaten, tidak mungkin kabupaten hanya mengandalkan APBD nya. Tapi harus ada izin prinsip yang dikeluarkan nantinya, agar warga kita terselamatkan. Kami sampaikan, jangan buta hati, karena kondisikan saat ini situasinya tidak normal. Saat ini orang susah kerja di tengah pandemi, maka Pemerintah Provinsi harus memperhatikan hal ini,” tutup mantan aktivis 98 ini.