SULBARONLINE.COM, Makassar – Anggota DPRD Sulbar, Syamsul Samad resmi meraih gelar doktor dalam Program Doktor Studi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin (Unhas).
Ia berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Kapasitas Kebijakan dalam Pengentasan Kemiskinan di Sulawesi Barat” dengan predikat sangat memuaskan, setelah menempuh studi lebih dari tiga tahun.
Ujian Akhir Disertasinya berlangsung di Ruang Rapat 109 Pascasarjana Unhas, pada Selasa (23/12/2025) kemarin.
Sidang promosi doktor tersebut dipimpin Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Pascasarjana Unhas, Prof. Baharuddin, ST., M.Arch., Ph.D. Promotor dalam penelitian ini adalah Prof. Dr. Alwi, M.Si., dengan co-promotor Prof. Dr. Nursini, S.E., M.A. dan Dr. Sultan Suhab, S.E., M.S.
Sementara, tim penguji terdiri atas Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, M.S., Prof. Dr. Muhammad Yunus, M.A., Dr. Ariady Arsal, S.P., M.Si., serta Dr. Novayanti Sopia Rukmana S., S.Sos., M.Si.
Syamsul Samad mengatakan, masalah kemiskinan bukan sekadar angka statistik, melainkan mandat konstitusi yang harus dituntaskan oleh para wakil rakyat. Hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya disertasi doktoral mengenai kapasitas kebijakan DPRD Sulawesi Barat dalam pengentasan kemiskinan di Pascasarjana Universitas Hasanuddin (Unhas).
Penelitian ini menyoroti bahwa peran DPRD sangat krusial dalam menentukan arah kebijakan fiskal dan regulasi yang berpihak pada masyarakat miskin.
Sebagai politisi sekaligus praktisi di legislatif, ia melihat adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kapasitas anggota dewan agar mampu mengeksekusi mandat tersebut secara efektif.
”Kemiskinan bagi seorang anggota DPRD itu adalah mandat atau amanah yang harus diselesaikan. Kalau dia tinggi diturunkan, kalau dia rendah dihilangkan. Kemiskinan itu adalah hal mutlak untuk diperjuangkan bagi warga agar tidak ada lagi kemiskinan,” ujar legislator asal Polman itu.
Lebih lanjut kata dia, salah satu temuan kunci dalam riset ini adalah perlunya keberanian politik dalam menyusun anggaran.
Ia menekankan bahwa DPRD harus mulai mengalihkan fokus dari belanja rutin administratif menuju belanja yang berdampak langsung pada pengentasan kemiskinan.
”Memang harus ada sebuah terobosan untuk berani mengambil keputusan penting di DPRD, dimulai dengan tidak lagi lebih banyak belanja-belanja yang sifatnya rutin dan administratif, tetapi lebih banyak belanja yang memang fokus untuk pengentasan kemiskinan,” tegasnya.
Penelitiannya juga menggarisbawahi bahwa kolaborasi dengan eksekutif adalah kunci. Namun, keseimbangan kapasitas intelektual dan skill antara kedua lembaga tersebut harus terjaga.
Menurutnya, jika kualitas eksekutif sebagai eksekutor ditingkatkan, maka kualitas legislatif sebagai pembuat kebijakan (budgeting dan legislasi) juga harus setara.
”Seluruh eksekusi kebijakan oleh eksekutif itu lahir bersama-sama karena kesepakatan antara eksekutif dan DPRD dalam melahirkan APBD atau Perda,” tambahnya.
Peningkatan skill dalam memperjuangkan aspirasi rakyat serta pemanfaatan modal politik secara optimal menjadi rekomendasi utama dalam disertasi ini.
“Diharapkan, hasil penelitian ini menjadi refleksi bagi seluruh anggota legislatif, khususnya di Sulawesi Barat, untuk terus meningkatkan kapasitas diri demi kesejahteraan masyarakat” pungkasnya. (*)







