SULBARONLINE.COM, Majene — Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Majene, Ardiansyah membantah jumlah atau nilai defisit keuangan Pemda Majene tahun 2022 hingga Rp53 miliar lebih.
“Defisit ini mohon maaf saya mencari tahu darimana angka yang dihasilkan, ternyata saya dapat info angkanya adalah APBD 2023 yang diposting pada saat pembahasan. Itu kan belum finalisasi,” tegas Ardiansyah seperti dikutip dari Masalembo, Senin (2/1/23).
Menurutnya, Rp53 miliar yang disebut-sebut sebagai jumlah defisit muncul saat pembahasan APBD 2023.
“Tolong dipahami bahwa ketika APBD disusun, tidak ada namanya defisit. Nah saat APBD 2022 disusun itu saya baru bergabung satu bulan, kondisi APBD tidak ada defisit,” ungkapnya.
Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Majene ini mengaku, program APBD Majene memang banyak mengalami perubahan selama ini. Hal itu disebabkan keinginan untuk mewujudkan program visi misi bupati dan wakil bupati.
“Banyak dikontaktualkan karena ingin mengejar visi-misi itu,” ujar mantan Sekda Mamasa ini.
Ardiansyah juga mengakui Pemda Majene memang belum maksimal dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD Majene tidak sebanding dengan banyaknya program visi-misi bupati dan wakil bupati yang harus diwujudkan.
“Kita harus akui kekuatan untuk meningkatkan PAD ini ternyata tidak sebanding kemampuan kita untuk mengejar visi-misi. Apa penyebabnya, salah satunya kalau kita mau menarik PAD harus ada Perdanya,” sebut Ardiansyah.
Dia mengaku salah satu kendala meningkatkan PAD selama ini adalah tidak tersedianya alas hukum untuk melakukan pungutan.
“Misalnya ini sarang burung walet, untung kita didukung DPRD untuk membuat Perda-nya sehingga nanti akan ada retribusi,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) kabupaten Majene, Kasman Kabil mengaku, target pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten Majene tahun 2022 yang tidak tercapai, sehingga mengakibatkan anggaran defisit.
“Defisit anggaran bukan hanya di Majene, tapi di beberapa daerah lain, sejak tiga tahun terakhir ini terdampak penurunan kapasitas keuangan, yang terjadi karena target pendapatan kita tidak mencapai target 100
persen, terutama dari PAD yang hanya mencapai 60 persen. Sementara rata-rata kegiatan di OPD berjalan semua,” terang Kasman.
Menurutnya, dari sejumlah kegiatan di OPD yang telah dilaksanakan anggarannya rata-rata bersumber dari PAD, sehingga pada akhir bulan Desember tertunda pembayarannya, karena ketersediaan anggaran tidak mencukupi.
“Memang anggaran di kabupaten Majene ini mengalami defisit, namun kita belum mengetahui berapa jumlahnya, karena kami masih akan melakukan rekon dulu data-data di Kasda berapa yang sudah terbayar, makanya kalau bertanya soal berapa jumlahnya defisit, hari ini saya belum bisa jawab, nanti setelah selesai rekon baru kita bisa mengetahui berapa nilainya yang riil,” kata Kasman.
Kasman menjelaskan, untuk melakukan pembayaran kegiatan yang sudah dilaksanakan di setiap OPD, nanti setelah selesai direviuw oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), dalam hal ini Inspektorat Majene dengan melakukan pemeriksaan di lapangan.
“Jadi teknisnya begini, setelah ada data dari masing-masing OPD, kita akan mengajukan ke APIP untuk melakukan reviuw dan melakukan pemeriksaan yang riil di lapangan, apakah benar terutang atau tidak, karena yah harus dipastikan dulu apakah benar jadi utang,” jelasnya.
Kasman mengaku, pernah ada OPD yang mengaku mengalami utang karena ada program dan barangnya sudah ada. Namun, saat diperiksa barangnya di lapangan ternyata
fisiknya tidak ada.
”Jadi kita akan lihat dulu, baru bisa menentukan bahwa terutang atau tidak. Kalau betul terutang barulah kita masukkan di APBD melalui perubahan, tapi tentu ini akan secara bertahap kita akan selesaikan dan tidak bisa sekaligus, karena kita juga akan melihat kemampuan keuangan. Karena kita tau bahwa PAD, DAU juga ditransfer secara bertahap. Jadi sekali lagi soal defisit hingga hari ini belum diketahui berapa jumlahnya,” tutup Kasman.