SULBARONLINE.COM, Kotamobagu — Rangkaian Literasi Digital ‘Indonesia Makin Cakap Digital’ di Sulawesi yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siber kreasi bersama Dyandra Promosindo, dilaksanakan secara virtual pada 15 Juni 2021 di Kotamobagu, Sulawesi Utara.
Kolaborasi ketiga Lembaga ini, khusus pada penyelenggaraan Literasi Digital pada wilayah Sulawesi. Kegiatan kali ini dipandu oleh jurnalis, Desmona Chandra sebagai moderator.
Berlokasi di Kotamobagu webinar ini menghadirkan beberapa narasumber di antaranya, Putri D. Potabuga, Pendiri Climate Institute yang juga seorang Pemengaruh, Yoseph E. Ikanubun dari Majelis Etik AJI Manado, M. Faiz Ghifari, Pendiri Gratisin Belajar yang juga seorang Pembuat Konten Twitter, dan Taufik Al Fakih, Penggiat Literasi. Pada episode kali ini diikuti sebanyak 231 peserta. Rangkaian Literasi Digital ‘Indonesia Makin Cakap Digital’ di Sulawesi menargetkan peserta sebanyak 57.550 orang.
Kegiatan diawali dengan menampilkan sambutan berupa video dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang menyalurkan semangat literasi digital untuk kemajuan bangsa.
“Infrastruktur digital tidak berdiri sendiri, jadi saat jaringan internet sudah tersedia harus diikuti dengan kesiapan-kesiapan pengguna internetnya agar manfaat positif internet dapat dioptimalkan untuk membuat masyarakat semakin cerdas dan produktif,” jelas Joko Widodo.
Setelah itu kegiatan dilanjutkan dengan memperkenalkan narasumber oleh moderator kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Narasumber pertama yang menyampaikan materinya ialah Putri D. Potabuga dengan materi digital skill bertema ‘Positif dan Kreatif Aman di Internet’.
Menurut Putri minat masyarakat Indonesia dengan media sosial yang amat tinggi harus dibarengi dengan kecakapan dalam dunia digital. Kita harus bisa memilah mana kiriman yang bisa dipertanggungjawabkan, seperti informasi dari lembaga resmi, berita nasional, atau yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, seperti informasi yang mengandung SARA maupun ujaran kebencian dari perorangan.
Berpikir kritis dan dan sikap empati menjadi keterampilan penting yang dibutuhkan warganet untuk bisa lebih bijak di media sosial. Dengan begitu, kita dapat memperoleh manfaat darinya, yang antara lain dapat menjaga hubungan dengan orang lain dari jarak jauh, menambah wawasan dan pengetahuan, memperluas jaringan pertemanan, bahkan bisa mendatangkan profit dari aktivitas bisnis maupun perdagangan lewat internet.
Narasumber kedua yang menyampaikan materi ialah Yoseph E. Ikanubun dengan pembahasan digital ethics bertema ‘Bebas Namun Terbatas Berekspresi di Media Sosial’. Yoseph memulai pemaparannya dengan menampilkan data dari laporan perusahaan pemasaran We are Social bersama Hootsuite berjudul Digital 2021: The Latest Insights into The State of Digital. Laporan tersebut menunjukkan bahwa dari 274,9 juta penduduk indonesia, 170 juta diantaranya telah menggunakan media sosial. Dengan demikian angka penetrasi media sosial di Indonesia mencapai 61,8%.
Masyarakat yang menggunakan media sosial ini dapat memperoleh manfaat dari media sosial berupa akses untuk memperoleh informasi, jaringan pertemanan, maupun peluang usaha. Namun, terlepas dari sisi positifnya, media sosial juga mempunyai sisi gelap jika warganet tidak bijak dalam penggunaannya. Berita bohong dan fitnah cepat sekali menyebar di dunia digital. Hal lain adalah ancaman hukuman baik sanksi sosial maupun sanksi pidana bagi pengguna media sosial yang melanggar etika atau ketentuan hukum.
Selanjutnya, narasumber ketiga, M. Faiz Ghifari, memaparkan materi digital culture dengan tema ‘Berbahasa yang Baik dan Benar di Media Sosial’. Faiz menyebutkan bahwa warganet mesti memahami bagaimana menilai kualitas informasi, baik berupa argumen maupun pernyataan yang kita temui di dunia maya.
“Selanjutnya kita juga mesti mengetahui beberapa kesesatan berpikir yang sering terjadi di dunia maya. Beberapa diantaranya adalah ad hominem fallacy yang menyerang personal, bukan argumen atau pendapat yang disampaikan, false dilemma fallacy yang hanya memberikan dua pilihan, padahal masih banyak pilihan lain yang mungkin diambil. Bandwagon fallacy yang hanya mengikuti pendapat atau pandangan mayoritas tanpa memeriksa kebenaran pendapat pandangan tersebut,” Jelasnya.
Tak kalah penting, kita harus bisa membedakan antara kesombongan (pride) dan kerendahan hati (humility) di era digital. Ini terkait dengan pedoman sikap ideal kita dalam bermedia sosial. Prinsip The Thinking Cycle, yakni semangat untuk terus belajar, mencari tahu dan menemukan hal-hal baru haruslah kita pegang agar dapat berkembang dengan kerendahan hati. Sebaliknya, prinsip The Overconfidence Cycle, yakni ambisi untuk mencari pembenaran atau validasi atas pandangan-pandangan sendiri harus kita hindarkan agar kita tidak terjebak dalam kesombongan dan egoisme.
Sementara itu, narasumber terakhir yaitu Taufik Al Fakih memberikan materi mengenai Digital Safety dengan tema ‘Kenali dan Pahami Rekam Jejak di Era Digital Itu Penting’. Menurut Taufik, jejak digital sangat penting karena dapat dilihat sebagai representasi dan juga mempengaruhi reputasi profesional seseorang. Baik lembaga swasta maupun negara mempelajari kepribadian seseorang melalui jejak media digitalnya.
Oleh karena itu, perlu menjaga rekam jejak digital agar tidak merugikan kita di kemudian hari. Ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, semisal menghindari penyebaran data-data penting, menggunakan kata sandi yang kuat, tidak mengirim atau mengunggah hal-hal yang sifatnya personal, dan menggunakan layanan pelindung data. “Perlu juga sesekali kita mengecek nama sendiri di google dan hapus semua informasi sensitif yang ditemukan,” ujarnya.
Setelah pemaparan materi oleh keempat narasumber, kegiatan Literasi Digital dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang diarahkan oleh moderator. Terlihat antusias dari para peserta yang mengirimkan banyak pertanyaan kepada para narasumber berkaitan dengan tema dan materi yang telah disampaikan. Salah satu pertanyaan dari peserta webinar adalah mengenai bagaimana caranya membedakan informasi berita bohong (hoaks) atau bukan.
Menjawab permasalahan ini, Yoseph menjelaskan bahwa cara sederhana kita dapat mengecek ulang informasi yang kita terima lewat mesin pencarian atau penelusuran Google, adakah sumber lain yang menguatkan atau justru membantah informasi tersebut. Keterampilan dasar untuk mengidentifikasi ini penting sebagai modal kita beraktivitas di dunia digital.
Kegiatan Literasi Digital mendapatkan apresiasi dan dukungan dari semua pihak karena menyajikan konten dan informasi yang baru, unik, dan pastinya mengedukasi para peserta webinar. Kegiatan Literasi Digital ini disambut positif oleh masyarakat khususnya Sulawesi. Sebagai bentuk penghargaan atas apresiasi peserta webinar, penyelenggara menyediakan alokasi dana digital total Rp. 1.000.000,- kepada peserta webinar dengan pertanyaan terbaik. Sepuluh peserta beruntung akan mendapatkan uang elektronik masing-masing sebesar Rp. 100.000,- untuk setiap pertanyaan terbaiknya.
Kegiatan Literasi Digital ‘Indonesia Makin Cakap Digital’ di Sulawesi akan diselenggarakan secara virtual mulai dari Mei 2021 hingga Desember 2021 dengan berbagai konten menarik dan materi yang informatif yang pastinya disampaikan oleh para narasumber terpercaya.
Bagi masyarakat yang ingin mengikuti sesi webinar selanjutnya, informasi bisa diakses melalui https://www.siberkreasi.id/ dan akun sosial media @Kemenkominfo dan @siberkreasi, serta @siberkreasisulawesi khusus untuk wilayah Sulawesi.