Oleh: Septika Dwi Haryati
(Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Polewali Mandar).
BANK dunia baru saja merilis prediksinya mengenai perekonomian Indonesia. Bank dunia menyatakan bahwa meskipun akan ada peningkatan dalam perekonomian Indonesia, tapi juga terdapat ancaman yang besar yang mengancam perekonomian kembali kolaps jika ancaman tersebut tidak segera ditangani. Hal ini menyusul meningkatnya kasus covid-19 yang disebabkan oleh varian baru yang lebih menular.
Meskipun pemerintah memprediksi ekonomi tahun ini akan tumbuh sebesar 4,4 persen dan akan tumbuh 5 persen pada tahun depan, namun bank dunia memprediksi ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 2,1 persen pada tahun ini dan 3,1 persen pada tahun depan. Prediksi bank dunia ini bisa saja meleset dan kenyataannya pertumbuhan ekonomi malah dapat kembali tumbuh negatif seperti pada tahun 2020, jika pandemi di Indonesia tidak segera dapat diatasi.
Prediksi bank dunia mengenai peluang peningkatan perekonomian Indonesia didasari oleh adanya peningkatan dari konsumsi dalam negeri. Hal ini tercermin dari laporan inflasi yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). BPS merilis angka inflasi pada bulan Mei meningkat sebesar 0.32 persen. Meskipun pada bulan Juni terjadi deflasi sebesar 0.16 persen, namun deflasi ini terjadi karena harga barang dan jasa kembali normal saat memasuki bulan Juni, setelah harga barang dan jasa sempat mengalami kenaikan di bulan Mei menyusul adanya hari raya Idul fitri.
Laporan dari BPS menunjukkan bahwa selama periode Januari Maret atau kuartal pertama 2021, terdapat sedikit recovery atau pemulihan pada kondisi ekonomi Indonesia, dengan adanya penurunan kontraksi pada pertumbuhan ekonomi sebesar minus 0.74 persen year-on-year (yoy), setelah sempat kontraksi sebesar minus -2.19 yoy pada kuartal 4 2020.
Namun demikian, perekonomian Indonesia pada kuartal berikutnya dapat kembali terjun bebas. Hal ini ditengarai oleh kembali meningkatnya tingkat penularan covid-19 dan tingkat vaksinasi yang masih sangat rendah, yaitu baru mencapai 20 persen.
Kurangnya suplai vaksin dan terhambatnya distribusi vaksin turut memperparah kondisi yang sudah ada. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah karena tentunya dengan adanya akselerasi dan percepatan program vaksinasi juga akan berimplikasi pada membaiknya pertumbuhan ekonomi seperti yang terjadi di negara yang tingkat vaksinasinya sudah tinggi seperti Amerika Serikat, Singapura, dan China.
Pemerintah telah mengalokasikan Rp 699.43 Trilyun atau sebesar 4,53 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebagai anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam rangka penanganan covid beserta kerugian fiskal yang disebabkannya.
Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2020 yang sebesar 3,8 persen dari total PDB Indonesia. Adanya peningkatan anggaran di tahun ini disebabkan Indonesia tidak ingin berlama-lama diserang oleh pandemi covid-19, setelah sebelumnya di tahun 2020 virus tersebut telah merenggut tak hanya puluhan ribu jiwa, namun juga menyebabkan jutaan orang kehilangan pekerjannya dan menjadi miskin.
Namun hingga saat ini, di pertengahan tahun 2021 atau setelah kuartal kedua berakhir, total realisasi anggaran PEN baru mencapai angka 34 persen. Hal ini pun menjadi sorotan, karena seharusnya hingga saat ini total realisasi anggaran PEN setidaknya mencapai 50 persen. Kinerja program PEN tahun ini belum ada percepatan dalam mengakselerasi insentif maupun berbagai kemudahan-kemudahan dalam mendorong supply maupun demand. Rendahnya realisasi PEN tersebut menunjukkan bahwa kinerjanya masih hanya bersifat business as usual atau tidak ada perbaikan dari tahun sebelumnya.
Jika hal ini terus dibiarkan, maka hampir dapat dipastikan bahwa Indonesia tidak akan segera lepas dari keterpurukan ekonomi yang dialaminya saat ini. Padahal akselerasi dan percepatan realisasi program PEN akan mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini. Terlebih lagi jika akselerasi dan percepatan PEN dilakukan di kuartal II yang pada dasarnya menjadi trigger untuk kinerja ekonomi di kuartal berikutnya.
Diketahui, Anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sepanjang 2021 baru terealisasi Rp237,54 triliun atau sekitar 34 persen dari pagu sebesar Rp699,43 triliun hingga 25 Juni 2021. Angka tersebut terdiri dari 5 klaster. Dana tersebut yakni untuk klaster kesehatan Rp45,4 triliun atau 26,3 persen, klaster perlindungan sosial Rp 65,36 triliun atau 44 persen, lalu dukungan UMKM dan koperasi Rp 50,93 triliun atau 26,3 persen.
Pemulihan ekonomi Indonesia sangat bergantung dari bagaimana Indonesia dapat mengatasi tantangan dalam menekan efek dari pandemi, namun dalam waktu yang bersamaan juga turut menjaga keamanan fiskalnya, baik itu dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Realisasi PEN yang baru 34 persen harusnya segera digenjot dan tidak ditahan-tahan lagi demi menahan laju gempuran yang disebabkan oleh pandemi ini. Selain itu pemerintah juga perlu meningkatan tingkat vaksinasi demi menjaga keselamatan dan kesehatan para penduduknya. Karena meskipun ekonomi dapat dipulihkan, namun jika kesehatan penduduknya terancam, maka pemulihan ekonomi tersebut tidak akan berarti apa-apa.