SULBARONLINE.COM, Mamuju – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Barat mencatat, Nilai Tukar Petani (NTP) Sulbar November 2019 sebesar 112,68. Angka ini naik 0,40 persen dibanding bulan sebelumnya.
Kepala BPS Sulbar, Win Rizal menjelaskan, kenaikan NTP disebabkan adanya kenaikan indeks harga (it). Jika dilihat subsektor kata dia, hampir seluruhnya mengalami penurunan, kecuali tanaman perkebunan rakyat. Namun secara agregat masih naik, jika dibanding bulan sebelumnya.
Tercatat menurut subsektor, sebanyak lima, yakni subsektor tanaman pangan 102,59, subsektor hortikultura 120,15, tanaman perkebunan rakyat 118,96, Peternakan 108,17, dan subsektor perikanan 107,41.
” Jadi Komponen dalam perhitungan nilai tukar petani masing subsektor 5, tanaman pangan, Holtikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan, perikanan tangkap dan budidaya,” ungkap Win Rizal, dalam konfrensi Pers di Aula BPS Sulbar, Senin, (2/12).
Sebagai informasi, NTP merupakan perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani.
NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Win Rizal menjelaskan, ukuran kesejahteraan petani berada di titik Inflasi NTP 100, dengan demikian, ketika NTP berada di tingkat 100 artinya harga yang digunakan oleh petani habis dibayarkan untuk kebutuhan mereka, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun produksi.
“Jadi Salah satu proyeksi melihat kesejahteraan petani adalah NTP, yang merupakan rasio nilai yang diterima petani dari hasil produksi dengan nilai yang harus dibayar nilai komsumsi. Ini diangka masih atas 100 berarti masih punya kelebihan hasil usahanya,” jelasnya.
Menurut data BPS Sulbar, Inflasi di daerah pedesaan, terjadi di 24 provinsi di Indonesia, tertinggi di Sulawesi Utara, sebesar 1,12 persen, terendah di Jawa Barat 0,04 persen.
Sementara untuk 9 provinsi lainnya, mengalami deflasi. Untuk Sulbar berada di urutan 12 dari 24 provinsi mengalami Inflasi pedesaan. (Adr)