Menyamakan “Rasa” dalam Memandang Kemiskinan

Oleh : Julian Emba Mangosa’, S.S.T. (Statistisi Ahli Pertama di BPS Kabupaten Mamasa)

OPINI — Tren angka kemiskinan di Kabupaten Mamasa sejak tahun 2013 bersifat fluktuatif. Naik turun di kisaran 13 sampai 14 persen. Terlepas dari penyebab yang beragam, tren ini tentu menghadirkan respons yang tidak sama dari berbagai kawula. Respons yang beragam ini sangat bergantung terhadap rasa, ketika cara pandang yang hadir dari rasa ini telah menghadirkan kontemplasi yang tidak sama.

Terkait kemiskinan, naik dan turunnya persentase tidak selalu penyebabnya sama. Kenaikan garis kemiskinan di setiap tahunnya bahkan berbanding terbalik dengan angka kemiskinan di tahun tertentu. Atau angka kemiskinan turun malah jumlah penduduk miskin naik di tahun yang sama. Tentu keragaman seperti ini akan cenderung menghadirkan variasi dalam memandang angka kemiskinan.

Bagaimana mengatasinya? Tentu menilik jauh ke dalam hati apa yang dirasakan. Tidak banyak yang menyadari bahwa sesungguhnya “sense” yang sama tercipta ketika mampu menelaah lebih jauh dan tidak gegabah terhadap hal yang sedang dihadapi. Sehingga tentu pada akhirnya akan menemukan konklusi yang sepaham.
Sama seperti kemiskinan, diperlukan kupasan yang mendalam terkait variabel-variabel pendukung yang berkaitan serta menelusuri fenomena eksternal yang mungkin menjadi lantaran.

Angka Kemiskinan

Angka kemiskinan yang dihitung setiap tahun saat ini merupakan data makro yang berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Disebut data makro karena hanya menampilkan angka secara umum dan tidak bisa menunjukkan angka “by name by address”. Angka ini tentu berbeda sumber dari “database” kemiskinan mikro yang menjadi dasar penyaluran berbagai program bansos dari pemerintah.

Penghitungan angka kemiskinan setiap tahun dilakukan untuk melihat kinerja pemerintah dalam hal kebijakan tentang pengentasan kemiskinan. Angka yang berfluktuatif menandakan bahwa belum ada program yang bersifat luar biasa yang dilakukan dalam memerangi kemiskinan.

Angka kemiskinan ini berasal dari penghitungan pendapatan masyarakat yang didekati dari sisi pengeluarannya. Yang dijadikan standar adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokok minimum, seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan. Hal ini disebut juga sebagai kemiskinan absolut, di mana kebutuhan mendasar tersebut kemudian dikonversi ke dalam satuan rupiah yang dinamakan garis kemiskinan.

Garis kemiskinan berbeda-beda setiap daerah tergantung tingkat kemahalan di daerah tersebut. Misalnya saja garis kemiskinan di Mamasa pada tahun 2020 mencapai Rp273.513,- atau setara dengan Rp1.176.106,- per rumah tangga per bulan. Berbeda dengan garis kemiskinan di Polewali Mandar yang mencapai Rp401.057,- per orang atau setara Rp1.804.756,- per rumah tangga per bulan. Berbeda karena indeks kemahalan komoditas kebutuhan dasar secara umum juga berbeda.

Cara Memperoleh Angka Kemiskinan
Susenas merupakan survei yang menjadi acuan penghitungan angka kemiskinan. Susenas dilaksanakan dua kali setahun, yakni pada Bulan Maret dan September. Bulan Maret sampel survei jumlahnya besar untuk mengestimasi hingga ke level kabupaten sedangkan sampel September hanya bisa diestimasi hingga level provinsi. Makanya angka kemiskinan tahunan kabupaten pada 2020 belum menggambarkan secara utuh pengaruh covid-19 karena angkanya dihitung saat pandemi baru terdeteksi di Indonesia.

Angka kemiskinan Mamasa pada 2020 mencapai 13,38 persen atau setara dengan 21,86 ribu orang penduduk Mamasa. Yang berarti bahwa angka itulah yang berada di bawah garis kemiskinan yang kita singgung sebelumnya.

Dari Susenas diperoleh apa saja yang dikonsumsi masyarakat yang terdiri atas makanan dan nonmakanan. Jika pengeluaran dari konsumsi tersebut di bawah garis kemiskinan maka rumah tangganya merupakan rumah tangga miskin, Sebaliknya, jika konsumsi kebutuhan dasar berada di atas garis kemiskinan maka dikategorikan tidak miskin. Rumah tangga yang berada di area sekitar garis kemiskinan inilah yang biasa disebut rumah tangga hampir miskin. Sedikit saja gejolak ekonomi akan menjerumuskan mereka ke dalam jurang kemiskinan.

Angka kemiskinan berupa persentase dan jumlah orang miskin kemudian bisa dihitung dengan memakai penimbang berapa total rumah tangga di Mamasa serta jumlah total penduduk. Angka itu merupakan estimasi dengan metode yang tentunya bisa dipertanggungjawabkan secara akademik dan kaidah statistik yang teruji.

Penyebab Kemiskinan

Secara umum penyebab kemiskinan adalah kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat yang tidak dibarengi dengan pendapatan yang juga meningkat. Atau, harga relatif stabil tetapi pendapatan malah berkurang. Hal ini mengakibatkan konsumsi masyarakat akan dikurangi dari kebutuhan minimal atau di bawah garis kemiskinan.

Garis kemiskinan makanan diukur dengan satuan kilo kalori minimal per hari per orang yang haarus dipenuhi, yakni 2.100 kilo kalori. Ditambah garis kemiskinan bukan makanan yang juga harus dipenuhi minimal. Di antara kebutuhan dasar itu ada yang perannya cukup besar seperti beras, telur, dan ikan. Komoditas itulah penyumbang pemenuhan kalori terbesar di Mamasa yang banyak dikonsumsi masyarakat.

Ada lagi komoditas penyumbang kemiskinan terbesar di Mamasa (kedua setelah beras), yaitu rokok kretek filter. Sebagaimana kita tahu bahwa rokok harganya cukup mahal tetapi dikonsumsi semua lapisan masyarakat dan parahnya rokok tidak memiliki kalori sama sekali. Logikanya semakin besar konsumsi rokok maka kebutuhan lain akan dikurangi sehingga kebutuhan kalori tidak bisa dipenuhi. Andai saja uang rokok untuk beli ikan atau susu maka kebutuhan akan kalori akan bisa dipenuhi.

Nah, itulah secara sederhana memahami angka kemiskinan makro yang diproduksi BPS (kantor statistik) setiap tahun. Selain angka kemiskinan juga ada angka lain yang mengiringinya seperti kedalaman kemiskinan, keparahan kemiskinan, serta ketimpangan pendapatan.

Nanti kita akan membahasnya di waktu mendatang. Dengan harapan kita semakin satu rasa dalam memahami apa itu kemiskinan. Serta tidak didominasi oleh perasaan dari dalam diri sendiri yang biasanya hanya prasangka tanpa dasar yang kuat.

Diharapkan dengan menyatukan pemahaman itu, kita bisa satu langkah atau satu visi untuk bersama-sama mengentaskan kemiskinan di Bumi Kondosapata Uwai Sapalelean. (*)