Oleh: Anhar (Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wilayah Sulawesi Barat)
OPINI – Media jadi wadah kampanye resmi (why not). Tapi kalau medianya mengkampanyekan? plus awaknya jadi partisan, bagaimana?
Beda media beda Jurnalis. Sederhananya, media adalah wadah saluran jurnalis untuk dipublikasikan. Pekerjaan pada jurnalis bermuara di redaksi kemudian dipublikasikan media. Sebelum dipublikasikan ada proses sunting atau editing dan sebagainya sebelum dipastikan itu benar-benar layak bagi pembaca.
Menulis bukan hanya soal keindahan kata-kata, tapi lebih penting adalah makna atau pesan sampai kepublik. Kepintaran itu standar, belum tentu yang lain menganggap pintar, disinilah pentingnya sadar diri. Ini koreksi bagi yang merasa senior.
Peran sebagai saluran yang demokratis harus bisa diwujudkan disemua platform media. Apalagi era digital saat ini sangat mudah menemukan informasi yang hanya sekali klik pada menu pencarian maka ratusan info akan tayang digenggaman anda pada smartphone. Disinilah pentingnya verifikasi, sebab hoaks menjadi ancaman tidak hanya pembacanya tapi bagi industri media, sehingga kompetensi menjadi catatan pembaca untuk mengetahui kredibilitas terbitan/tayang di media khususnya media Daring (dalam jaringan) atau online.
Sebagai ruang publik, masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar dan bereimbang. Jangan sampai karena kecenderungan sepihak kepentingan publik diabaikan.
Sehingga menurut saya, politik dalam media itu harus bisa memberikan ruang kritis kepada masyarakat untuk menentukan pilihannya, bukan menggiring (beritakan satu pihak/tidak berimbang).
Media harus mampu menjadi ruang publik yang mencerdaskan dan menumbuhkan daya kritis. Media diharapkan menjadi ruang otokritik atas situasi hari ini. Sehingga kesadaran masyarakat atas kenyataannya terbangun.
Jika masyarakat menemukan ruang kesadarannya, maka akan bangun bersama-sama menuntut perubahan, menuntut haknya. Partisipasi ajang politik menjadi salahsatu caranya dari sekian banyak cara untuk menyalurkan aspirasi, sehingga dalam menentukan pilihan pada calon legislatif atau presiden orang yang tepat. Setidaknya memilih atas rasionalitasnya, buka iming-iming, janji semata atau tendensi kekuasaan.
Media yang baik tentu dengan jurnalis yang mumpuni, redaksi yang selalu ‘awas’, sehingga para pembacanya mendapatkan informasi yang tidak hanya sejuk tapi memberikan pencerahan.
Sebagai catatan akhir, saya ingin menyampaikan kepada khalayak untuk menangkal hoaks, media abal-abal dan Jurnalis nakal yang tidak berpedoman pada kode etik dan perilaku jurnalis.
Saring sebelum share, dan tetap kritis terhadap semua berita untuk menemukan fakta.