SULBARONLINE.COM, Mamasa — Kunjungan tim Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Sulawesi Barat ke ke Kecamatan Tanduk Kaluak, Kabupaten Mamasa dilakukan penuh rintangan dan perjuangan.
Pasalnya, akses jalan untuk sampai ke wilayah tersebut memang belum sepenuhnya optimal. Utamanya di wilayah Desa Rantebulahan Timur, Kecamatan Rantebulahan, Kabupaten Mamasa.
Jalan ini berlumpur dan rusak parah sepanjang 1 kilometer lebih. Sehingga, setiap kendaraan yang melintas membutuhkan bantuan dari warga sekitar.
Seperti yang dialami tim Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Barat saat berkunjung ke wilayah penugasan penanganan Stunting di Kecamatan Tanduk Kaluak.
Mobil yang dikendarai oleh tim ini sempat tertahan lumpur. Berkat kerjasama, mereka pun dapat melintasi jalan berlumpur ini.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Barat, Dharmawati Ansar mengaku, pihaknya terus bergerak pasca keluarnya SK Penjabat (Pj) Gubernur nomor 296 tahun 2023 tentang Satuan Tugas Penanganan Stunting, Penanganan Kemiskinan Ekstrim, Anak Tidak Sekolah (ATS), Pernikahan Anak dan Pengendalian Inflasi Daerah.
Apalagi, semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemerintan Provinsi Sulawesi Barat juga mendapat tugas pendampingan sesuai wilayah yang telah ditentukan.
Sementara, untuk Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Barat ditugaskan untuk mendampingi dua Kecamatan, yakni Kecamatan Tanduk Kaluak dan kecamatan Sesena Padang, Kabupaten Mamasa.
“Kami sudah membentuk tim yang akan medampingi kecamatan Tanduk Kaluak dan Kecamatan Sesena Padang, Kabupaten Mamasa. Ini kami lakukan sebagian bagian dalam upaya percepatan penurunan dan pencegahan stunting di Sulawesi Barat,” kata Kepala Dispar Sulbar, Dharmawati Ansar.
“Dan kami komitmen untuk turut serta dalam mengatasi stunting bahkan anak tidak sekolah, perkawinan usia anak, kemiskinan ektrem dan juga pengendalian inflasi,” sambung Dharmawati Ansar.
Dharma menerangkan bahwa sebagai langkah awal setelah SK Gubernur diterbitkan maka Dinas Pariwisata Sulawesi Barat berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Sulawesi Barat.
Setelah mendapatkan data anak stunting, wasting dan underweight di wilayah dampingan, maka selanjutnya dilakukan kunjungan pertama ke kecamatan Tanduk Kaluak.
“Memang betul bahwa terdapat 2 kecamatan dampingan untuk Dinas Pariwisata. Yang kami sasar pertama adalah Kecamatan Tanduk Kaluak karena di Kecamatan ini anak dengan kasus stunting lumayan banyak. Butuh waktu 3-4 hari dalam proses screening. Yang kami lakukan tidak hanya memberikan bantuan telur agar anak stunting dan yang potensi stunting bisa mendapatkan protein terbaik selama beberapa bulan ini, tapi kami lakukan pengamatan, wawancara dengan orang tua dan lingkungan sekitar, agar kami bisa mengetahui kondisi sosial ekonomi masing-masing keluarga dalam dampingan kami,” jelas Dharma.
Sementara itu, Kabid Pengembangan Destinasi Pariwisata Sulawesi Barat, Imelda Adhi Yanty, mengakui jika akses menuju titik pendampingan penuh tantangan.
“Yah, memang jalan menuju ke sana penuh tantangan. Kami juga sempat takut, apalagi ini di ketinggian, di samping banyak jurang yang terjal. Tapi, karena ini tugas dan pengabdian kita, maka harus dilalui penuh semangat dan doa,” sebut Imelda Adhi Yanty.
Imelda berkunjung ke wilayah ini bersama kedua rekan kerjanya dalam Tim Anti Huru-Hara Stunting (AUS), Ilham dan Kihajar, untuk meninjau langsung warga penderita Stunting.
Menurutnya, rencana dampingan di Kecamatan Tanduk Kaluak telah menentukan tahapan dampingan sehingga target penanganan stunting dapat tercapai di kecamatan tersebut.
“Jadi kami bertiga tidak hanya sekedar melakukan koordinasi tapi langsung mengunjungi lokasi. Pertama kami harus mendapatkan data lengkap dari Dinas PMD Mamasa tentang beberapa pelayanan dan prioritas program di desa termasuk dalam penganggaran stuntingnya dan di Dinas Kesehatan Mamasa kami perlu mendapat informasi lengkap tentang kader Posyandu dan layanan kesehatan ibu dan anak,” kata Imelda.
Setelah itu, Imelda bersama tim ke Kecamatan untuk memastikan Desa-desa yang termasuk dalam data Stunting, Wasting dan Underweight.
“Nah, melalui kepala desa kami mendapatkan nama-nama kader posyandu dan juga Bidan Desa yang akan langsung menemani kami menuju ke rumah anak stunting, wasting dan underweight ini,” ungkap Imelda.
Dengan lugas Imelda menjelaskan alur kerja dan juga model screening yang akan dilakukan untuk mendapatkan informasi terlengkap tentang keluarga anak yang didampingi.
Menurut Imelda yang juga adalah Ketua Fatayat NU Sulawesi Barat ini, bahwa anak stunting bisa dipicu berbagai hal. Bukan hanya karena pola makan yang salah tapi juga sanitasi yang buruk.
“Begini, Sanitasi yang buruk dapat menimbulkan penyakit infeksi pada balita serta diare dan kecacingan yang dapat mengganggu proses pencernaan dalam proses penyerapan nutrisi. Nah, jika kondisi ini terjadi dalam waktu lama dapat mengakibatkan stunting,” ujarnya.
Karena itu, kata Imelda, kunjungan pertama ini adalah untuk merekam secara utuh tentang kondiisi lingkungan dan kebiasaan yang ada di rumah anak-anak penderita Stunting ini. Sehingga bantuan yang akan turun nantinya tidak hanya protein ataupun bahan makanan lainnya yang akan mencukupi kebutuhan nutrisi mereka, tapi bisa juga kebutuhan air bersih, jamban yang sehat.
“Dan semua ini perlu terdata dalam screening awal ini. Pada kunjungan kali ini kami juga membawa telur untuk anak-anak dengan kebutuhan 2 telur selama 30 hari. Pada saat ini, Kami belum membawa susu formula karena kami takut nanti tidak cocok dengan susu yang mereka konsumsi. Oleh karena itu dikunjungan pertama ini kami mendata jenis susu formula setiap anak. Bervariasi. Ada juga anak yang hanya ASI. ASI memang selalu lebih baik dan berkualitas,” tutup Imelda.