Oleh : Dina Srikandi, SST., M.Si (Statistisi pada BPS Provinsi Sulawesi Barat)
OPINI — Baru-baru ini pemerintah resmi mengumumkan pembatalan penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 di seluruh Indonesia selama natal dan tahun baru. Awalnya penerapan PPKM level 3 ini akan diberlakukan pada tanggal 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. Ada beberapa alasan mengapa penerapan PPKM level 3 dibatalkan oleh pemerintah. Sejauh ini, Indonesia berhasil menekan angka kasus konfirmasi Covid-19 harian dengan stabil di bawah 400 kasus. Selain itu, cakupan vaksinasi lengkap di Indonesia telah melampaui target WHO. Target yang diberikan WHO yakni setiap negara sudah memvaksinasi sekurangnya 40 persen dari total populasinya hingga akhir tahun 2021. Indonesia sendiri telah memberikan vaksin lengkap kepada penduduknya setidaknya sebesar 40 persen populasi sampai akhir tahun ini (Kemenkes RI, Nov 2021).
Meskipun pembatalan ini tetap disertai aturan yang ketat guna meminimalisir penyebaran Covid-19. Namun tetap saja berita ini merupakan angin segar bagi mereka yang ingin menghabiskan waktu luangnya dengan berpergian, menginap di hotel, menikmati kuliner, nonton film, konser musik, ataupun hanya sekedar hangout keluar bersama teman-temannya. Berbagai aktivitas tersebut sering disebut sebagai leisure. Secara sederhana leisure diartikan sebagai waktu luang di luar pekerjaan rutin. Aktivitas leisure yang identik dengan bersenang-senang namun juga sekaligus menghasilkan nilai tambah, dalam dunia ekonomi dikenal dengan istilah leisure economy atau ekonomi rekreasi.
Dikutip dari feb.ub.ac.id, istilah leisure economy dipopulerkan oleh Linda Nazareth lewat karyanya bertajuk The Leisure Economy: How Changging Demographics, Economics, and Generational Attitudes Will Reshape Our Lives and Our Industries yang terbit di kisaran tahun 2007. Dalam tulisannya, Linda Nazareth menjelaskan bahwa telah terjadi pergeseran pola konsumsi dari yang semula didikotomi konsumsi barang (goods-based, misalnya sandang, pangan, papan) berubah menjadi experience-based consumption (pengalaman).
Sebelum Covid-19 melanda, sektor pariwisata diperkirakan akan menjadi basis utama pengembangan bisnis leisure karena karakteristiknya yang melibatkan banyak sektor dan pelaku usaha, seperti jasa akomodasi, penyediaan makan dan minum, transportasi, biro perjalanan, dan sebagainya. Hadirnya leisure economy yang diikuti perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan yang sangat besar. Travel agent konvensional berjatuhan seiring dengan hadirnya platform digital yang memungkinkan kosumen menentukan sendiri akomodasi yang dibutuhkannya. Perubahan ini menyebabkan terjadinya pergeseran pilihan komsumen. Jika sebelumnya preferensi konsumen adalah membeli barang kemudian bergeser membeli experience.
Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi yang berkaitan dengan rekreasi dan budaya melonjak ke level 6,5 persen hingga akhir tahun 2018. Angka ini jauh lebih cepat jika dibandingkan pertumbuhan konsumsi masyarakat di dalam komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) yang hanya 4,95 persen di periode yang sama. (cnnindonesia.com, 05/02/2018)
Namun setelah munculnya Covid-19, trend leisure ini seakan mati suri. Covid-19 berhasil menahan laju leisure economy yang tercipta. Sesuai prediksi World Tourism Organization, industri pariswisata pada tahun 2020 anjlok sebesar 58 persen hingga 78 persen dibandingkan tahun 2019. (kompas.com, 27/05/2020).
Sementara itu, di Indonesia sejak diumumkannya kasus covid-19 pertama pada bulan Maret tahun 2020, Data BPS menunjukkan Jumlah wisatawan asing yang berkunjung pada bulan yang sama turun sebesar 45,50 persen dibandingkan bulan Februari 2020. Tingkat penghunian kamar (TPK) hotel klasifikasi bintang juga turun 16,98 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini terus berlanjut ke bulan berikutnya. April 2020, tercatat jumlah wisatawan asing kembali mengalami penurunan tajam sebesar 66,02 persen dibandingkan Maret 2020, nilai TPK hotel pun mengalami hal yang sama yaitu turun sebesar 19,57 poin.
Namun seiring dengan melandainya kasus covid-19, aktivitas leisure economy juga berangsur pulih. Menurut Data terakhir yang dirilis BPS pada tanggal 1 Desember 2021, Jumlah Wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia pada bulan Oktober sebesar 151,03 ribu kunjungan yang mengalami kenaikan sebesar 21,73 persen dibandingkan bulan September 2021. Meski harus menyesuaikan dengan era new normal, dimana para wisatawan harus mengikuti standar kesehatan saat bepergian. Artinya jika ingin bepergian para wisatawan harus memastikan dirinya dalam kondisi sehat. Para penyedia jasa pun dituntut untuk melakukan perubahan dalam pelayanannya, lebih memperhatikan aspek kebersihan dan kesehatan.
Demi menjaga trend positif kenaikan leisure economy ini, yang tentunya diharapkan mampu menghasilkan nilai tambah bagi perekonomian, maka beberapa hal yang perlu pemerintah lakukan adalah bagaimana tempat-tempat kunjungan wisata dihimbau untuk merubah tata kelola usahanya dari yang full profit based oriented (mengejar keuntungan semata tanpa memperhatikan eksternalitas yang timbul dari suatu proses usaha) ke healthy profit based oriented (mengurangi presentase keuntungan dan memindahkannya ke sarana dan prasarana kesehatan) sehingga dapat meminimalisir penyebaran virus covid-19 khususnya di tempat-tempat wisata.
Hal ini tentu tidak mudah, usaha yang baru saja mulai bangkit karena hantaman pandemi jelas memiliki kemampuan finansial yang bisa dikatakan lebih rendah dari sebelumnya. Jika dibebankan ke biaya yang harus dibayar wisatawan juga tentunya akan memberatkan konsumen yang ditakutkan imbasnya dapat menyebabkan turunnya permintaan terhadap kegiatan leisure economy ini. Untuk itu diperlukan stimulus bagi kegiatan usaha tersebut khususnya di bidang pariwisata.
Stimulus tersebut bisa berupa kemudahan administrasi yang diberikan oleh pemerintah, pemotongan atau bahkan pembebasan pajak sementara bagi pengusaha, pemberian bantuan sarana dan prasarana kesehatan untuk memastikan pengunjung yang datang benar-benar dalam keadaan sehat, stimulus berbentuk bantuan dan pinjaman dana usaha, serta belanja pemerintah dalam usaha peningkatan mutu dan kerjasama antar ASN dengan memanfaatkan tempat-tempat wisata sebagai penyedia kegiatannya.
Keren, mantap BPS Provinsi Sulbar