Muh. Amril S.Ip (Aktivis Sulbar)
SULBARONLINE.COM, Opini — Tahun 1945 disebut sebagai era kemerdekaan, kemudian disusul dengan nama era revolusi, dan akhirnya setelah kekuasaan soekarno berakhir yang kemudian digantikan oleh Soeharto, maka era kepemimpinan Soekarno disebut dengan era orde lama. Kepemimpinan Soekarno berakhir, akhirnya kekuasaan Soeharto lahir, maka dalam masa kepemimpinanya disebutlah sebagai orde baru.
Orde baru menjadi suatu kehidupan yang telah mengunci segenap sendi-sendi kemerdekaan berfikir bagi rakyat indonesia. Dimasa orde baru, politik menjadi salah satu alat kebuntuan berfikir.
Pemerintahan orde baru telah menutup secara ketat atas akses informasi tentang politik, bahkan untuk membendung agar rakyat tidak terlibat dalam ruang demokrasi politik, maka pemerintah telah menyerukan secara kontinyu dan melakukan doktrinisasi secara massif.
Dalam doktrin tersebut ditekankan agar supaya rakyat tidak usah ikut-ikutan berpolitik, Karena politik dapat menghambat laju pembangunan yang dilakukan oleh negara, sehingga bagi yang melanggar, kemudian mencoba untuk berkumpul dengan jumlah lebih dari tiga orang, kemudian mereka (rakyat/masyarakat biasa) membahas soal politik, maka perkumpulan tersebut akan langsung dibubarkan, bahkan jika nasib naas menimpa mereka, maka mereka yg berkumpul dan ketahuan tengah membicarakan politik, akan dituduh sebagai komunis, kemudian ditangkap dan dipenjarakan.
Hahaha kejamnya tawwa…..
Oleh karena itu, dimasa orde baru, pemerintah menyerukan dan menyampaikan bahwa tugas rakyat cukup bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Jika dia (rakyat) adalah petani, maka sebaiknya fokus saja mengurusi pertanianya, jika dia (rakyat) adalah pedagang maka fokuslah sebagai pedagang. Dan Jika nelayan maka fokuslah sebagai nelayan yang baik.
Hal demikian itu terus terusan dikumandankan dalam sistim pemerintahan orde baru. Keamanan menjadi agenda penting pemerintah demi menjaga stabilitas kekuasaan orde baru dapat langgeng.
Hingga pada tahun 1998, masa revormasi dikumandangkan para aktifis mahasiswa yang pro demokrasi. Kebebasan berpendapat terus bergemuruh, merambah secara cepat dan mampu menyentuh lapisan bawah, kebebasan pers telah menjadi alat idukasi rakyat dalam meninggalkan ketakutan untuk berpendapat.
Bahkan salah satu agenda kenegaraan yaitu pilkada, telah mampu menjadi suatu ruang yang mendobrak kebuntuan berfikir atas pelarangan berpolitik bagi rakyat. Politik menjadi suguhan yang begitu nikmat bagi rakyat dalam memaknai keterlibatan mereka secara langsung dalam ruang-ruang demokrasi.
Bersambung “PILKADA” DIERA KEGELAPAN”.