SULBARONLINE.COM, Mamuju — Ahli Geologi dan Dosen Teknik Geofisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Tadulako (UNTAD) Palu,
Ir. Drs. Abdullah, merespon kekhawatiran sejumlah pihak terkait tambang pasir di Sungai Budong-budong, Kanupaten Mamuju Tengah (Mateng).
Berdasarkan hasil analisisnya saat meninjau lokasi rencana tambang pasir di Muara Sungai Budong-budong, Abdullah menyampaikan, bahwa kehadiran tambang pasir justru akan berdampak baik bagi daerah dan masyarakat sekitar.
Ia pun menjawab satu persatu kekhawatiran sejumlah pihak jika perusahaan melakukan operasi tambang pasor di lokasi tersebut.
Pertama, mengenai kemungkinan terganggunya aktivitas para nelayan di muara dan pesisir pantai di 3 desa, yakni Desa Babana, Desa Budong-Budong, dan Desa Tumbu.
Abdullah menyebut, bahwa karang adalah tempat memijah atau tempat bermain, tempat mencari makan dan tempat tumbuhnya biota laut yang masih kecil. Dengan tingginya aliran sedimen Sungai Budong-Budong, maka karang-karang di muara akan tertutup ketika sedimen mengendap.
Sehingga, Pakan yang dibawa oleh aliran sungai dari hulu akan ikut mengendap bersama sedimen tersebut. Hal inilah yang menyebabkan semakin berkurangnya ikan di muara dan sekitarnya.
Jika dibiarkan, kata dia, maka endapan sedimen akan semakin tebal dan semakin luas. Akibatnya, zona tangkapan ikan para nelayan akan semakin jauh.
“Artinya terganggunya aktivitas nelayan di sekitar muara Sungai Budong-Budong, yakni Desa Babana, Desa Budong-Budong dan Desa Tumbu, sudah lama terjadi oleh pendangkalan di muara sungai. Lantas bagaimana cara mengurangi gangguan tersebut? Caranya adalah dengan melakukan pengerukan atau penyedotan sedimen di muara tersebut agar muara dalam kembali sebagaimana sebelumnya,” ungkap Abdullah.
Kedua, kekhawatiran terjadinya pengikisan di kawasan bibir pantai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang akan menghilangkan areal pemukiman dan tempat beberapa situs sejarah, seperti kuburan kuno dan beberapa situs yang lain.
Abdullah mengaku, jarak pekubura dari bibir pantai sekitar 300 meter dan jaraknya dari bibir muara Sungai Budong-Budong sekitar 700 meter.
“Situs sejarah memang suatu tempat yang mempunyai nilai sejarah tinggi dan sudah ditetapkan dengan surat keputusan oleh pejabat negara. Di Desa Budong-Budong terdapat sebuah pekuburan tua. Tetapi bukan pekuburan kuno. Tapi apapun status pekuburan tersebut tetap wajib dijaga keberadaannya. Dan kehadiran tambang ini tidak akan mengancam pekuburan yanh dimaksud,” paparnya.
Ketiga, kekhawatiran terjadinya pelebaran batang sungai sekaligus menghancurkan kebun-kebun produktif milik rakyat dan pemerintah.
Abdullah mengatakan, selama ini memang sudah terjadi pelebaran batang dan badan atau aliran Sungai Budong-Budong meski tidak ada penambangan di muaranya. Pelebaran badan sungai terutama terjadi karena sungai mengalami pendangkalan.
Keempat, kekhawatiran terkait terjadinya endapan lumpur di muara sebagai akibat dari aktivitas pembersihan atau pencucian material pasir dan kerikil.
Menurut Abdullah, pengendapan lumpur atau sedimentasi di muara Sungai Budong-Budong sudah lama terjadi, padahal tidak ada penambangan pasir dan batu (sirtu) di muara tersebut. Hal ini bisa diketahui dengan semakin dangkalnya muara Sungai Budong-Budong.
“Adapun jika dilakukan penambangan di muara dengan cara sedotan maka tidak ada kegiatan pembersihan/pencucian material pasir dan kerikil. Biasanya, material sirtu yang dicuci adalah material yang sudah tertampung di stoke pile yang lokasinya di darat. Pencucian dilakukan atau tidak, tergantung pada kesepakatan dengan konsumen,” jelasnya.
Kelima, terkait limbah pencucian yang dikhawatirkan akan mencemari laut dan mengganggu habitat dan ekosistem muara
Abdullah menjelaskan, pada tambang pasir, baik dengan cara pengerukan oleh alat berat atau dengan cara penyedotan, maka tidak ada kegiatan pencucian material.
Karenanya, lanjut dia, habitat makhluk hidup dan ekosistem muara tidak akan rusak oleh aktivitas tambang pasir di muara Sungai Budong-Budong.
Keenam, kekhawatiran mengenai meningkatnya oksigen air sebagai akibat aktivitas penambagan akan menyebabkan tidak menetasnya telur ikan dan membunuh ikan-ikan kecil di muara.
Abdullah memaparkan, bahwa secara umum oksigen ideal dalam perairan adalah 8 – 8,5 mg/L. Kadar tersebut akan membantu kebutuhan embrio dalam telur ikan.
Sebaliknya, sambung Abdullah, jika kadar oksigen sangat rendah menyebabkan kematian embrio dalam telur ikan. Oksigen dibutuhkan dalam ambang batas yg tepat. Tetapi merujuk kondisi saat ini akibat pemanasan global, oksigen mengalami penurunan dalam perairan sehingga kadar oksigen dalam perairan diasumsikan masih sangat dibutuhkan agar tidak kurang dari 8 mg/L.
“Hal ini menunjukkan bahwa kadar oksigen yang rendah di perairan laut sangat membahayakan perkembangan atau penetasan telur ikan. Sehingga, jika aktivitas penambangan dapat meningkatkan kadar oksigen air laut tentu sangat mendukung perkembangan atau penetasan telur ikan, yang selanjutnya dapat meningkatkan populasi ikan di muara tersebut,” urainya.
“Karena itu, kehadiran tambang pasir yang melakukan penyedotan akan sangat berdampak baik bagi kondisi muara sungai Budong-budong,” kuncinya.
Laporan: Fery