SULBARONLINE.COM, Majene — Puluhan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Majene menggelar demonstrasi di depan Kantor Bupati Majene, Senin (2/1/23).
Massa membakar ban bekas dan membentangkan poster bertuliskan ‘Majene Bangkrut’, sebagai bentuk protes kepada Pemkab Majene yang menyisahkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 53 miliar.
Jenderal lapangan aksi, Rahman, menegaskan dua tahun semenjak terpilinya Bupati dan Wakil BupatiĀ Majene dengan misi ‘Majene Rumah Kita’ dinilai tak terealisasi dengan baik hingga saat ini.
“Kami melihat visi misi pemerintah daerah kabupaten Majene dengan realitas yang ada di lapangan mulai dari infrastruktur dan pembangunan, pendidikan, pemberdayaan masyarakat, kepemudaaan hingga peraturan daerah dan peraturan bupati yang tidak jelas orientasinya untuk apa,” tegas Rahman.
Karena itu, kata dia, kader HMl Cabang Mejene melayangkan 5 poin tuntuan, antara lain:
Pertama, HMI Cabang Majene menagih Visi Misi Bupati dan Wakil Bupati Majene.
HMI menilai, AST-Aris sebagai Bupati dan Wakil Bupati Majene 2 tahun terakhir ini kinerjanya menuai banyak masalah dan sangat bertentangan dengan visi misi mereka saat kampanye di Pilbup lalu.
“Saat kampanye mereka menyampaikan visi misi; Unggul, Mandiri Dan Religius. Dimana mereka akan melakukan pengendalian harga kebutuhan pokok, memperluas lapangan kerja, membangun infrastruktur secara merata, pemberdayaan pelaku usaha dan tenaga kerja lolal serta akselerasi kualitas pendidikan dan kesehatan. Utu semua tidak ada hasilnya,” jelasnya.
Kedua, mereka mendesak Pemerintah Daerah untuk membuat Perbup atas dasar hukum Perda nomor 9 Tahun 2019 tentang bantuan korban bencana Kabupaten Majene.
“Sulawesi Barat salah satu wilayah minimarket bencana, mulai dari gempa bumi, longsor, banjir, abarasi pantai, kebakaran dan agin puting beliuag. Khususnya Kabupaten Majene tidak bisa dipungkiri setiap tahunnya seringkali terjadi gempa terutama di bagian kecamatan Ulumanda dan Kecamatan Sendana. Beberapa hari yang lalu di Kecamatan Sendana terjadi abrasi pantai yang merobohkan rumah warga, peristiwa ini terjadi di wilayah Apoan Selatan dan Daerah lainya, sejumlah rumah rusak berat dan berikut warung yang ambruk tersapu ombak pasang. Pasca kejadian itu, pemerintah Desa mengeluh, diintruksikan secepatnya mendata dan melaporkan ke instansi terkait berharap ada bantuan, nyatanya nihil. Rupanya masyarakat hanya mendapatkan bantuan logistik berupa tikar, tarpal dan lain-lain,” urainya.
Sehingga, kata Rahman, Pemda Majene segera membuat Perbup atas dasar Perda nomor 9 Tahun 2019 tentang bantuan korban bencana Kabupaten Majene.
“Dan sekiranaya pemerintah daerah memperhatikan ini sebagai bentuk sentuhan langsung kepada masyarakat dan juga menjadi pembanding di daerah yang lain tentang Perbup yang mengatur bantuan bencana logistic pemakanan dan non pemakanan serta bahan-bahan bangunan rumah akibat bencana,” katanya.
Ketiga, Majene dianggap sebagai daerah darurat Banjir dan Longsor.
“Setiap kali terjadi hujan deras mengakibatkan banjir, mulai dari depan Pertamina Majene dan sekitarnya dan juga kejadian longsor di bagian Onang dan Rangas, tentunya berimplikasi pada kemacetan roda dua dan roda empat, serta sedikit menghambat system perekonomian. Maka dari itu kami meminta kepada pihak Pemda untuk segar menangani kasus ini dengan serius untuk mempercepat akses jalanan,” harapnya.
Keempat, lanjut dia, HMI juga mendesak adanya evaluasi kinerja seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Kinerja OPD di Pemkab Majene kami anggap sangat lambat. Olehnya, kami meminta Bupati untuk mengevaluasi kinarja OPD atau setiap kepala Dinas terkait,” ujarnya.
Kelima, HMI menilai Pemkab Majene terancam bangkrut akibat defisit APBD yanh mencapai Rp 53 miliar.
“Kami meminta Pemda untuk transparansi Anggaran Pembelanjaan dan Pendapatan Daerah. Akibat defisit ini tentu berpotensi membuat Majene terancam bangkrut,” ujar Rahman.