Oleh : Evi Arianti (Statistisi Ahli BPS Kabupaten Mamasa).
SULBARONLINE.COM, Opini — Di dunia ini, tidak ada satupun orang yang ingin dilahirkan dalam kondisi miskin. Tentu semua orang ingin berada dalam kondisi memiliki makanan yang cukup, rumah yang nyaman, adanya fasilitas kendaraan, juga terjaminnya pendidikan.
Kemiskinan adalah kondisi ketidakmampuan seseorang secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Program mengurangi angka kemiskinan pun tak pernah absen menjadi salah satu skala prioritas dalam program pemerintah.
Untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).
Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari.
Sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.
Pada tanggal 15 Februari 2021, BPS Sulawesi Barat merilis angka kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat.
Berdasarkan data BPS, pada bulan September 2020, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Barat mencapai 159,05 ribu orang (11,50 persen), bertambah sebesar 7,03 ribu orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2020 yang sebesar 152,02 ribu orang (10,87 persen).
Sementara itu, dilihat dari status wilayahnya, baik daerah perkotaan maupun perdesaan, persentase penduduk miskinnya mengalami peningkatan. Di daerah perkotaan, persentase penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 9,59 persen naik menjadi 9,98 persen pada September 2020.
Sedangkan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada Maret 2020 sebesar 11,26 persen naik menjadi 11,89 persen pada September 2020.
Prioritas Pengeluaran Penduduk
Dari data BPS, peranan komoditi makanan memiliki pengaruh yang jauh lebih besar terhadap Garis Kemiskinan dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2020 tercatat sebesar 76,93 persen. Beras, rokok kretek filter, dan komoditi lainnya serta jenis ikan segar (tongkol/tuna/cakalang) merupakan jenis komoditi makanan yang berpengaruh paling besar terhadap Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Sedangkan untuk komoditi bukan makanan diantaranya adalah biaya perumahan, listrik dan bensin.
Ada fenomena menarik yang layak dicermati yaitu pengeluaran untuk rokok pada penduduk miskin memberikan sumbangan terbesar kedua setelah beras.
Sumbangan rokok untuk Garis Kemiskinan sebesar 16,63 persen untuk daerah perkotaan dan 12,20 persen untuk daerah perdesaan. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan sumbangan jenis ikan segar yang hanya 6,47 persen untuk daerah perkotaan dan 4,35 persen untuk daerah perdesaan.
Meskipun rokok bagi sebagian orang sudah menjadi kebutuhan pokok, tapi sangat disayangkan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan mengeluarkan uangnya untuk membeli rokok yang justru dapat menurunkan kesehatan.
Terlebih di masa pandemi Covid-19 dimana menjaga kesehatan merupakan hal yang utama.
Alangkah baiknya, jika penduduk miskin mengalihkan alokasi uang yang tadinya untuk membeli rokok ke konsumsi makanan lain yang mampu meningkatkan asupan gizi, terlebih bagi keluarga yang memiliki anak-anak.
Tentu saja hal ini akan meningkatkan kualitas kesehatan dan meningkatkan produktivitas belajar bagi anak-anak.
Peningkatan kualitas kesehatan pada penduduk miskin sangat diperlukan terutama pada anak-anak, sehingga mereka dapat bertumbuh sesuai dengan potensi mereka. Dengan demikian, anak-anak ini akan tumbuh menjadi anak yang sukses dan mampu meningkatkan taraf hidup dan keluar dari lingkaran kemiskinan.
Oleh karenanya diperlukan sebuah penyadaran dan edukasi bagi penduduk miskin agar mereka lebih bijaksana dalam membelanjakan penghasilan yang mereka dapatkan sehingga mereka mampu membuat skala prioritas mengenai kebutuhan yang harus dipenuhi serta bermanfaat dan berguna bagi keluarganya. (*)