SULBARONLINE.COM, Mamuju – Anggota Komisi X DPR RI Ratih Megasari Singkarru bersama Kepala Pusat Kurikulum Pembelajaran, Kementerian pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi (Kemendikbudristek), Zulfikri, menggelar Workshop Sosialisasi Kurikulum Merdeka, di Hotel Grand Mutiara Mamuju, Minggu (23/7/23).
Workshop tersebut dihadiri Muhammad Faezal Kepala Bidang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Barat, ratusan unsur tenaga pendidik terdiri sekolah formal, dan pendidikan non formal Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM).
Dalam kesempatannya, Ratih Megasari Singkarru mengatakan, penerapan Kurikulum Merdeka akan diberlakukan tahun 2024. Sementara di Sulbar, implementasi transformasi pembelajaran secara bertahap saat ini tengah massif dilakukan di Provinsi Sulbar.
“Saya juga sudah berbicara dengan Dinas terkait penerapannya, dan di Sulbar alhamdulillah sudah cukup merata sosialisasinya, tinggal implementasinya dikencangkan lagi, dan prinsipnya Guru merasa termudahkan,” ujarnya saat diwawancarai sejumlah wartawan.
Ratih Megasari menjelaskan, perampingan Kurikulum Merdeka yang jauh lebih ringkas dan sederhana akan menciptakan ruang kreatifitas guru dan murid, memerdekakan sekaligus mengembangkan potensinya.
“Esensi dari Kurikulum ini kan untuk mengeksplor kemampuan baik itu guru atau murid, jadi mereka tidak ada batasan, dan memang dibuka untuk memerdekakan cara mengajar, dan murid pun sama, bagaimana mereka menyerap dengan cara mereka masing-masing,” jelasnya.
Sementara itu, terkait nasib tenaga honorer di Sulbar terhadap Kurikulum Merdeka adalah membuka peluang karir, pengembangan diri. Ratih menegaskan, pengabdian tersebut mesti harus berbanding lurus bagi mereka yang memikul beban kerja, begitu pun statusnya.
“Kalau kita bicara tenaga honorer terkait PPPK itu yang sementara kami perjuangkan, agar pengabdian mereka yang sudah belasan atau pun puluhan tahun bisa worth it, dan sebetulnya melalui melalui Bimtek ini sudah bentuk perjuangan,” tuturnya.
Selain soal tenaga honorer, problem krusial di Sulbar saat ini adalah Anak Tidak Sekolah (ATS) mencapai 48.105 ribu jiwa atau sebesar 10,52 persen. Ratih menyebut dirinya yang saat ini menjabat di Komisi X telah menurunkan beasiswa ratusan ribu diperuntukkan bagi siswa SD hingga perguruan tinggi.
Upaya itu juga menjadi langkah konkret bagaimana harapan-harapan dan masa depan anak-anak di Provinsi ini dapat berpartisipasi dalam dunia pendidikan.
“Alhamdulillah di Komisi sepuluh kami bermitra dengan Kementerian Pendidikan, upaya saya lakukan, sudah memperjuangkan bantuan beasiswa, harapannya adalah dengan anggaran yang kita maksimalkan turun Sulbar soal fungsi pendidikan bisa memutus angka anak putus sekolah,” urainya.
“Apalagi memang, tujuan dan prinsip pembagian beasiswa ini adalah memutus rantai ATS untuk mengeyam pendidikan bagi anak-anak yang tidak mampu, jadi ini adalah sebuah solusi atau pun jawaban terkait hal tersebut,” tutupnya.
Tempat sama, Kepala Pusat Kurikulum Pembelajaran, Kementerian pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi, Zulfikri, membeberkan, Kurikulum Merdeka sengaja dirancang sesederhana mungkin sehingga dapat diterapkan dalam kondisi apa pun.
“Karena sasaran utamanya adalah bagaimana kita melihat pelayanan kepada setiap anak dapat tumbuh dan berkembang, fokus kita lebih kepada anak bukan fokusnya ke kurikulum saja,” kata Zulfikri.
Zulfikri menjelaskan, sisi lain guru tidak dikejar target menyelesaikan kurikulum, dan dapat mengukur persoalan anak serta potensi yang dimiliki.
“Kenapa anak itu penting, supaya guru tahu atas dasar kemampuan awal anak ini apa yang dibutuhkan, sampai kelas satu dan dua SD, ada dua tahun untuk memberikan kemampuan dasar,” ujarnya.
Zulfikri mengaku, pihak kementerian sedang menghimpun soal kendala kurikulum merdeka, hal ini dilakukan agar Guru memiliki waktu luang mendampingi siswa.
“Kita sedang menghimpun nih kendalanya, apakah akademisasinya terasa masih rumit, kemudian materi pelajarannya masih banyak kami rampingkan lagi, supaya Guru punya cukup waktu menghadapi anak-anak,” imbuhnya.