Oleh : Marwan Chinlung (Ketua PMII Komisariat Unika Mamuju)
SULBARONLINE.COM, Opini – Mahasiswa adalah generasi bangsa, yang akan meneruskan setiap stapet kepemimpinan, dan akan melanjutkan perjuangan gerakan mahasiswa dari tahun 1908 hingga ke zaman milenial saat ini.
Setiap generasi muda akan selalu melampaui pendahulu mereka, setelah hampir 73 tahun indonesia merdeka, apakah Indonesia telah melampaui para pendahulunya, yaitu para pejuang dan pahlawan kita yang telah mewariskan kepada kita negara yang kaya akan sumber daya alam dan keanekaragaman budaya ini? Apakah kita, generasi muda, masyarakat pada umumnya dan mahasiswa khususnya, telah menjalankan peranannya masing-masing dengan baik?
Mahasiswa yang menjadi agent of change dari bangsa ini, yang menentukan apa jadinya bangsa ini beberapa dekade kedepan. Banyak pemerintah telah mengubah paradigma masyarakat . Mahasiswa yang seharusnya dekat dengan rakyat, yang seharusnya menyuarakan apa yang diinginkan rakyat, telah menjadi jauh dari masyarakat. Mahasiswa yang merupakan sosok intelek berubah menjadi sosok yang hedonisme.
Indonesia dilahirkan oleh perjuangan, mahasiswa memiliki peranan yang sangat besar dalam perjuangan melawan penjajah. Dari pidato-pidato Bung Karno yang membangkitkan motivasi sampai pendebat-pendebat penjajah di Neegri asing seperti Perhimpunan Indonesia milik Bung Hatta semuanya melibatkan mahasiswa.
Mahasiswa pada saat itu memiliki peranan penting dalam sejarah bangsa kita. Mungkin hal ini yang menyebabkan perkembangan negara Indonesia dari dulu sampai sekarang diidentikkan dengan perkembangan gerakan mahasiswanya. Tetapi zaman telah berubah.
Tak lagi seperti pada zaman penjajahan dimana perkembangan bangsa ini masih berfokus pada perkembangan politis yang membutuhkan banyak pidato-pidato yang baik dan memotivasi rakyat maupun debat-debat dengan sesama kaum intelektual untuk memajukan bangsa. Sekarang perkembangan bangsa Indonesia cenderung lebih signifikan dan luas dalam bidang ekonomi, finansial masyarakat luas demi kesejahteraan bangsa.
Kalau dulu, kita membutuhkan semangat nasionalis dengan bentuk motivasi dan gerakan merdeka, sekarang sudah berubah jauh. Kita sekarang lebih membutuhkan semangat nasionalisme dalam bentuk kesejahteraan hidup materi dan finansial daripada semangat motivasi seperti mahasiswa pada zaman dulu yang suka berpidato dan berdebat.
Zaman sekarang lebih dibutuhkan mahasiswa yang dapat melakukan sesuatu yang riil dalam menciptakan kesejahteraan, yang tentunya tidak dapat dicapai hanya dengan kata-kata motivasi. Dengan zaman dan keadaan yang berubah, kebanyakan mahasiswa di negara kita tidak mengikuti perkembangan itu, sehingga pastinya pandangan masyarakat kepada mahasiswa menjadi berubah.
Menilai dari apa yang telah dilakukan mahasiswa sekarang, tentunya kita tahu, demonstrasi seperti yang dilakukan mahasiswa sekarang tidak menghasilkan apa-apa. Perdebatan-perdebatan maupun diskusi terbuka yang dilakukan oleh kaum intelektual bangsa ini juga hanya membawa dampak yang sangat kecil pada kemajuan bangsa dan negara kita.
Kenyataannya, disaat masyarakat mengalami penderitaan karena berbagai marginalisasi yg dilakukan penguasa, kita justru melihat mahasiswa sibuk dengan akademik dan menjadi agen hedonisme dan materialisme, bahkan menjadi makelar politik penguasa yg korup. Jika demikian pantaskah gelar “maha” itu diletakkan dalam pundak mahasiswa?
Mahasiswa seharusnya sadar akan tanggung jawab yang dipikulnya sangat berat. Seperti kata pepatah kuno mengatakan, “dengan kekuatan besar datang tanggung jawab besar”. Mengemban kata “maha” tentunya membuat kita memiliki tanggung jawab untuk menentukan masa depan bangsa ini, tanggung jawab untuk menentukan nasib ratusan juta orang rakyat Indonesia.