Putri Melinda Sunusi
(Mahasiswi Prodi Ilmu Komunikasi UIN Alauddin Makassar)
OPINI — Beberapa hari belakangan ini dunia pendidikan dihebohkan dengan adanya sistem senioritas yang dijadikan sebagai ajang kekerasan hingga merenggut nyawa. Dua Orang mahasiswa di salah satu kampus ternama di Indonesia buktinya. Mahasiswa ini diduga jadi korban akibat kekerasan hingga tewas saat mengikuti Diklatsar.
Hal ini sungguh sangat mengejutkan karena bukan hanya satu tetapi dua orang yang menjadi korbannya. Belum lagi mengingat bahwa para korban meninggal dengan bekas kekerasan disekujur tubuhnya. Saat ini polisi telah menetapkan dua orang panitia DiklatsarPra sebagai tersangka dan penyelidikan kasus ini masih berlanjut hingga kini.
Kita telah mengetahui bahwa bukan hanya satu melainkan banyak kampus di Indonesia yang masih menerapkan sistem senioritas karena adanya beda tingkatan. Karena dengan adanya sistem senioritas yang diterapkan ini membuat para senior memiliki hak untuk dihormati oleh para juniornya. Hal ini pula yang menjadi alas an para senior untuk ‘menyiksa’ para juniornya jika para junior melakukan hal yang tidak disukai para senior. Ini terdengar sangat konyol, tapi inilah faktanya.
Seharusnya sebagai senior dapat menjadi contoh yang baik kepada juniornya karena sejatinya senior adalah pembimbing dan juga pengarah. Karena sebagai senior juga memilik tanggungjawab untuk membimbing dan mengarahkan para juniornya untuk beradaptasi serta meningkatkan kualitas dirinya baik didalam maupun diluar komunitas. Namun, tak jarang, senioritas ini justru membawa masalah tersendiri. Misalnya ketidakadilan, penindasan, kekerasan, bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang. Hal seperti ini justru sama saja dengan melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Ada banyak kasus kekerasan yang telah terjadi dalam lingkungan kampus hingga menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Hal ini membuat siapa saja kesal ketika membaca beritanya. Sikap kemanusiaan para pelaku yang menganggap dirinya senior patut dipertanyakan. Bagaimana bisa ia dengan teganya menghilangkan nyawa seseorang hanya karena ingin dihormati? Tidak memiliki hati nurani menyiksa manusia lain hanya karena ingin menunjukan kekuasaan sebagai ‘SENIOR’.
Beberapa perguruan tinggi mungkin memang sudah melakukan pengawasan agar tidak terjadi kekerasan dilingkungannya, tetapi tetap saja kejadian yang sama terulang lagi dan para mahasiswa tingkat rendah yang kembali menjadi korban. Tidak melulu berarti pengawasan pihak kampus yang lemah. Tetapi tindakan senior yang diduga berlebihan dalam menyiksa juniornya dengan mencari tempat-tempat yang sulit dijangkau sebagai tempat ‘eksekusi’ para juniornya.
Saat ini senioritas memang dibutuhkan tetapi dilihat lagi bagaimana bentuk senioritas yang dilakukan. Jika bentuknya dengan melakukan tindak kekerasan maka hendaknya itu dihindari karena akan merugikan banyak belah pihak. Tetapi jika bentuknya positif dengan membangun kualitas para juniornya maka senior seperti inilah yang dibutuhkan dalam membimbing serta mendidik para juniornya.
Inilah pentingnya akhlak untuk ditanamkan pada setiap manusia. Memiliki otak pintar pun jika tidak memiliki akhlak tetap saja menjadikan generasi bangsa ini hancur. Apalagi jika kasus kekerasan terjadi di perguruan – perguruan tinggi ternama yang kepintaran para mahasiswanya tidak diragukan lagi. Justru hal seperti inilah yang bukti kehancuran moral penerus bangsa.
Tolak adanya sistem senioritas yang buruk, jangan sampai menyesal jika sudah ada yang menjadi korban kekerasan. Apalagi jika sampai sudah menghilangkan nyawa, cita-cita bukannya tercapai tetapi malah menjadi pembunuh. Perguruan tinggi malah menjadi ajang penunjuk kekuasaan dengan kekerasan.
Senioritas itu perlu. Tetapi seorang senior harus memberikan contoh yang baik, tidak gila hormat, dan tidak bertindak seenaknya sendiri. Karena pada dasarnya menjadi senior hanyalah tentang waktu saja. Soal pengetahuan, pengalaman, kedewasaan itu hal lain, seharusnya itu berkorelasi dengan usia atau status senior-junior. Ini hanya kebetukan saja, kara ada yang lebih dulu datang/masuk dan ada yang belakangan. Tapi itu bukan alasan untuk bertindak semena-mena terhadap mereka yang masih baru.