SULBARONLINE.COM, Mamuju — Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Sulawesi Barat, Muhammad Rafi ikut bereaksi terkait isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja.
Menurut Rafi, pada dasarnya kaum buruh se Indonesia menolak Perppu tersebut karena dinilai belum sesuai dengan permintaan buruh.
Bahkan, tegas Rafi, Perppu No.2/2022 tentang Cipta Kerja adalah akal-akalan pemerintah karena isinya tidak jauh beda dengan UU Cipta kerja yang dianggap inkonstitusional bersyarat.
“Misalnya berkaitan tentang pekerja outsourcing tidak ada pembatasan jenis pekerjaan, hilangnya cuti panjang bagi pekerja/buruh, pembatasan besarnya pesangon yang harus diterima pekerja/buruh dan persoalan perhitungan upah tidak ada ketegasan Gubernur bisa saja tidak menetapkan UMP, kemudian variabel perhitungan berdasar Inflasi, pertumbuhan ekonomi dan indikator tertentu ini akan menjadi persoalan di kemudian hari karena tidak ada penjelasan soal indeks tertentu,” jelas Rafi.
Kemudian, lanjut dia, bisa saja setiap tahun ada peraturan rumusan yang dikeluarkan pemerintah berdasarkan kehendaknya. Hal sperti ini pun melahirkan adanya ketidakpastian hukum.
“Jadi kalau dampak pasti merugikan para pekerja/buruh misalnya outsourcing buruh/pekerja mudah untuk dikeluarkan, cuti panjang dihapus terutama bagi pekerja yang sakit agak lama, misalnya harus istirahat 1 atau 2 bulan, kemudian ibu-ibu yang hamil dan melahirkan pasti tidak mendaptkan hak-haknya, dalam artian upahnya tidak dibayarkan,” kata Rafi.
Karena itu, Rafi mengaku kehadiran Perppu justru akan merugikan pihak pekerja dan buruh. Sehingga, dia berharap agar DPR RI secara kelembagaan menolak Perppu tersebut.
“Kalau kita dari pihak serikat buruh tentu menolak Perppu itu. Harapan kita tentu minta DPR RI ikut menolak Perppu ini karena jelas sangat merugikan,” pungkas Rafi.