Program Replanting Mateng Disorot, SOMPHAD Desak Kajati Sulbar Lakukan Langkah Hukum

SULBARONLINE.COM, Mamuju — Program peremajaan sawit rakyat (PSR) atau replanting ribuan hektar di Mamuju Tengah (Mateng), mendapat sorotan tajam dari Lembaga Solidaritas Pemerhati Hutan dan Anti Diskriminasi (SOMPHAD) Sulawesi Barat.

Kritikan tajam itu disampaikan langsung oleh Koordinator Lembaga SOMPHAD Sulbar, Muh. Amril, melalui siaran persnya secara tertulis yang diterima SULBARONLINE.COM, Kamis (12/8/21) siang.

“Menyikapi perkembangan pengelolaan peremajaan sawit rakyat atau replating di Mamuju Tengah, dan proses hukum yang sudah dimulai oleh aparat penegak hukum beberapa waktu lalu, kami dari Lembaga SOMPHAD Sulawesi Barat, menaruh prihatin pada persoalan tersebut,” kata Amril.

Dia menyampaikan, saat ini pihaknya berhasil mengumpulkan sejumlah laporan di lapangan, terkait proses pengelolaan replanting di Mamuju Tengah, mulai dari proses kajian teknis usulan lahan, sasaran replanting, sampai pada pembuatan komitmen kerjasama kelompok tani sebagai kelompok sasaran pengelola replanting, sekaligus pemilik lahan.

“Dan patut diduga keluar dari prinsip pengelolaan program dan anggaran yang terindikasi ke arah kerugian negara,” tegasnya.

Sedikitnya, tambah Amril, ada 5 dugaan praktik pengelolaan anggaran yang bermuara pada praktik korupsi program replanting atau PSR di Mamuju Tengah tersebut, antara lain:

1. Patut diduga kesiapan lahan dengan kuota yang turun tak seimbang, sehingga sebagian kuota replanting, justru menjadi penanaman sawit pada lahan baru atau sapras.

2. Patut diduga kuota replanting ditanam di atas lahan baru yang masuk kawasan hutan lindung, semisal program replanting di wilayah kecamatan Karossa, Mamuju Tengah.

3. Patut diduga, sebagian kelompok penerima program replanting adalah kelompok yang tak memenuhi syarat menjadi kelompok penerima, karena kelompok tersebut tak memiliki lahan sawit yang layak diremajakan.

4. Patut diduga, dana tunggu yang diserahkan kepada kelompok tani penerima program replanting, jumlahnya tak sesuai dengan jumlah yang seharusnya diterima oleh kelompok penerima, di mana seharusnya setiap pemilik lahan dalam kelompok menerima Rp.30 juta perhektar, namun ditengarai petani menerima kurang dari Rp.30 juta.

5. Patut diduga, program replanting ini, justru tak berbasis lingkungan, karena sejumlah hutan lindung di beberapa titik, diterabas untuk memenuhi kuota yang turun, sehingga fakta di lapangan, bukan lagi replanting tapi sapras atau penanaman baru.

“Untuk itu, berdasarkan temuan kami di lapangan, dan atas dugaan terjadinya pelanggaran hukum pada program replanting atau PSR di Mamuju Tengah, maka kami dari Lembaga solidaritas pemerhati hutan dan anti diskriminasi (SOMPHAD) Sulbar patut menduga kuat telah terjadi pelanggaran hukum atas program tersebut, yang merugikan keuangan negara dalam jumlah yang besar,” jelasnya.

Karenanya, lanjut mantan aktivis HMI yang akrab disapa Rio ini, pihak SOMPHAD Sulbar mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat beserta jajarannya untuk segera melakukan langkah-langkah hukum dengan memproses atas dugaan terjadinya Korupsi dan pengrusakan lingkungan dalam skala besar pada program PSR di Mamuju Tengah.

Rio juga mendesak agar penegak hukum segera menangkap dan menghukum pelaksana Kepala Dinas Pertanian beserta kroninya dan para pihak yang terlibat dalam penyalagunaan replanting ini.

“Tentu desakan ini kami sampaikan dalam rangka menghindarkan kerugian negara yang lebih besar lagi atas dalih program PSR tapi fakta di lapangan, justru dominan penanaman baru sawit pada lahan yang sebelumnya tak pernah tumbuh diatasnya batang sawit,” tutup Rio.