SULBARONLINE.COM, Mamuju — Kebijakan larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) oleh pemerintah pusat dirasakan sangat berdampak pada petani sawit di tanah air. Tidak terkecuali di Sulawesi Barat.
Harga Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang semula di angka Rp3.000 per kilogram kini merosot menjadi Rp1.200 hingga Rp 1.600 per kilogram.
Kondisi ini menyebabkan para petani kelapa sawit di Sulawesi Barat akhirnya menjerit. Mereka mengaku sangat rugi dengan adanya kebijakan tersebut.
Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Barat, Dr. Marigun Rasyid saat dihubungi wartawan, Selasa (17/05/22), mengaku bahwa kondisi petani sawit di Sulbar tiga pekan terakhir mengalami kerugian yang fantastis imbas dari kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Bahkan, kata Marigun, ada beberapa pabrik yang tidak menerima lagi TBS dari masyarakat.
“Saya mendapat aspirasi dari para petani sawit kita di Sulbar. Semuanya menjerit akibat kebijakan ini, petani kita merasa rugi karena harga TBS turun drastis” kata Marigun saat dihubungi via Telepon.
Kerugian petani sawit, lanjut Legislator Dapil Pasangkayu itu, karena terjadi ketidak seimbangan pengeluaran para petani, seperti biaya perawatan, pembelian pupuk dan biaya lainnya.
“Sementara harga tandan buah segar kelapa sawit dibeli dengan harga yang sangat murah. Jadi kasihan petani sawit kita. Semuanya merasakan kerugian yang cukup besar,” ungkapnya.
Olehnya, politisi senior Partai Golkar itu berharap agar kebijakan Pemerintah Pusat terkait larangan ekspor CPO dapat dikaji ulang. Harus ada solusi yang lebih ril agar petani sawit tidak merasakan kerugian.
“Saya berharap kebijakan ini dikaji kembali. Pemerintah harus melihat jeritan para petani sawit kita. Saya juga meminta Pemprov Sulbar melalui Dinas Perkebunan agar kondisi ini didorong secara bersama-sama kepada pemerintah pusat. Kita berharap ada solusi secepatnya, karena kasihan petani sawit kita,” harap politisi kelahiran Mamuju 10 Desember 1969 itu.