LSM SOMPHAD Desak Kejati Sulbar Tangkap Tersangka Kasus Replanting Sawit di Mateng

SULBARONLINE.COM, Mamuju — Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Solidaritas Pemerhati Hutan dan Anti Diskriminasi (SOMPHAD) Sulawesi Barat masih terus menyorot perkara dugaan tindak pidana korupsi program peremajaan (replanting) kelapa sawit di Mamuju Tengah (Mateng).

Hal itu disampaikan Ketua LSM SOMPHAD Sulbar, Muh. Amril melalui press releasenya kepada SULBARONLINE.COM, Kamis (19/8/21).

Menurutnya, masalah replanting di Mamuju Tengah saat ini terus bergulir di ruang publik, diharapkan mendapat proses hukum secepat mungkin.

“Harapan kita soal soal replanting ini, dengan berbagai dugaan yang melekat di dalamnya dapat terselasaikan dengan cepat. Dalam dugaan kami dari LSM SOMPHAD bahwa kesiapan lahan kuota yang turun tak seimbang dengan jumlah lahan, sehingga sebagian kuota replanting justru menjadi penanaman sawit pada lahan baru atau sapras,” kata Muh. Amril.

Kondisi ini kata dia, tentunya melanggar prinsip-prinsip replanting, sebab bukan lagi peremajaan atas perkebunan sawit yang sudah ada sebelumnya. Namun pembukaan lahan baru untuk penanaman sawit baru.

“Keyakinan dugaan kami diperkuat sebab ada beberapa titik yang menjadi areal replanting, di sana tidak ditemukan tumbang cipping (sisa penebangan pohon kelapa sawit/akar bawah sawit),” tuturnya.

Oleh karena itu, Amril meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Barat segera mempercepat proses dan penahanan terhadap tersangka dalam kasus ini.

“Tentunya gambaran di atas sangat tepat jika Kejati Sulbar menjadikan dugaan masyarakat sebagai sarana untuk semakin memperketat dan menajamkan proses hukum atas program replanting,” tegasnya.

Pria sapaan akrab Rio ini menambahkan, hal lain yang melahirkan dugaan yang berhubungan dengan pelanggaran pengelolaan program replanting, adalah dengan adanya sebagian kelompok penerima program tersebut yang tidak memenuhi syarat menjadi kelompok penerima. Namun menerima bantuan.

“Hal tersebut diduga terjadi sebab penerima bantuan tidak memiliki kebun sawit sehingga kelompok penerima membuka lahan baru, sementara yang seharusnya menerima adalah kelompok tani yang sebelumnya memiliki perkebunan sawit. Hal ini tentunya telah membuat prinsip-prinsip replanting berubah fungsi dari fungsi peremajaan menjadi pembukaan lahan baru,” jelas Rio.

Dugaan lain, sambung dia, yang sangat ironis dan memprihatingkan dari pelaksana program replanting tersebut terkait alokasi dana atau anggaran, sebab patut diduga dana tunggu yang diserahkan kepada kelompok tani penerima program replanting jumlahnya tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya diterima oleh kelompok penerima.

“Seharusnya setiap pemilik lahan dalam kelompok menerima Rp.30 juta perhektar, namun ditengarai petani hanya menerima kurang dari Rp.30 juta pehhektarnya,” sebutnya.

Selain itu, Rio mengaku program replanting ini diduga justru tidak berbasis lingkungan. Hal tersebut dapat disaksikan di lapangan dengan adanya penorobosan kawasan hutan lindung di beberapa titik, khususnya di Kecamatan Karossa.

Menurutnya, hutan yang seharusnya dijaga oleh warga dan segenap stakeholders serta pemerintah, namun akibat program replanting tersbeut menyebabkan sejumlah kawasan hutan diterabas untuk memenuhi kuota yang yang ada.

“Untuk itu, berdasarkan temuan kami di lapangan, atas dugaan terjadinya pelanggaran hukum pada program replanting atau PSR di Mamuju Tengah, maka kami dari SOMPHAD Sulbar menyampaikan ke ruang publik bahwa program replanting butuh perhatian segenap pihak, baik itu pihak pemerintah Kabupaten Mamuju Tengah, DPRD Mateng, LSM, Media masyarakat Mateng, dan khususnya pihak penegak hukum seperti Polisi Kehutanan dan penegak hukum lainnya,” harapnya.

Mantan aktivis HMI ini mendesak aparat penegak hukum untuk segera melakukan proses dan menangkap oknum nakal pada program replanting ini.

“Sebab yang beredar di ruang publik saat ini bahwa beberapa pengelola replanting telah mendapatkan panggilan dari pihak Kajati untuk dimintai keterangan. Atas hal tersebut ini membuat pihak Kajati membutuhkan support dan dukungan. Kita percaya bahwa Kajati sulbar yang baru akan mampu menuntaskan permasalahan replanting jika mereka serius dalam menangani kasus ini dalam kacamata hukum,” terangnya.