SULBARONLINE.COM, Mamasa — Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Sulawesi Barat terus bergerak pasca keluarnya SK Penjabat (Pj) Gubernur tentang Satuan Tugas (Satgas) yang menangani 5 masalah utama di Sulbar.
5 masalah utama yang dimaksud adalah Penanganan Stunting, Penanganan Kemiskinan Ekstrim, Anak Tidak Sekolah (ATS), Pernikahan Anak dan Pengendalian Inflasi Daerah.
Semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemerintan Provinsi Sulawesi Barat juga mendapat tugas pendampingan sesuai wilayah yang telah ditentukan.
Sementara, untuk Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Barat ditugaskan untuk mendampingi dua Kecamatan, yakni Kecamatan Tanduk Kaluak dan kecamatan Sesena Padang, Kabupaten Mamasa.
“Kami sudah membentuk tim yang akan medampingi kecamatan Tanduk Kaluak dan Kecamatan Sesena Padang, Kabupaten Mamasa. Ini kami lakukan sebagian bagian dalam upaya percepatan penurunan dan pencegahan stunting di Sulawesi Barat,” kata Kepala Dispar Sulbar, Dharmawati Ansar.
“Dan kami komitmen untuk turut serta dalam mengatasi stunting bahkan anak tidak sekolah, perkawinan usia anak, kemiskinan ektrem dan juga pengendalian inflasi,” sambung Dharmawati Ansar.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Barat nomor 296 tahun 2023 tentang Satuan Tugas Penanganan Stunting, Penanganan Kemiskinan Ekstrim, Anak Tidak Sekolah (ATS), Pernikahan Anak dan Pengendalian Inflasi Daerah, Kamis (27/7/2023), Tim Dispar Sulawesi Barat pun langsung melakukan kunjungan ke Kecamatan Tanduk Kaluak.
Di Kecamatan Tanduk Kaluak, Dispar Sulbar langsung menemui 21 anak stunting, 1 anak wasting dan 5 anak dalam kondisi underweight.
Dharma menerangkan bahwa sebagai langkah awal setelah SK Gubernur diterbitkan maka Dinas Pariwisata Sulawesi Barat berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Sulawesi Barat.
Setelah mendapatkan data anak stunting, wasting dan underweight di wilayah dampingan, maka selanjutnya dilakukan kunjungan pertama ke kecamatan Tanduk Kaluak.
“Memang betul bahwa terdapat 2 kecamatan dampingan untuk Dinas Pariwisata. Yang kami sasar pertama adalah Kecamatan Tanduk Kaluak karena di Kecamatan ini anak dengan kasus stunting lumayan banyak. Butuh waktu 3-4 hari dalam proses screening. Yang kami lakukan tidak hanya memberikan bantuan telur agar anak stunting dan yang potensi stunting bisa mendapatkan protein terbaik selama beberapa bulan ini, tapi kami lakukan pengamatan, wawancara dengan orang tua dan lingkungan sekitar, agar kami bisa mengetahui kondisi sosial ekonomi masing-masing keluarga dalam dampingan kami,” jelas Dharma.
Sementara itu, Kabid Pengembangan Destinasi Pariwisata Sulawesi Barat, Imelda Adhi Yanty, bersama kedua rekan kerjanya dalam Tim Anti Huru-Hara Stunting (AUS), Ilham dan Kihajar, dalam rencana dampingan di Kecamatan Tanduk Kaluak telah menentukan tahapan dampingan sehingga target penanganan stunting dapat tercapai di kecamatan tersebut.
“Jadi kami bertiga tidak hanya sekedar melakukan koordinasi tapi langsung mengunjungi lokasi. Pertama kami harus mendapatkan data lengkap dari Dinas PMD Mamasa tentang beberapa pelayanan dan prioritas program di desa termasuk dalam penganggaran stuntingnya dan di Dinas Kesehatan Mamasa kami perlu mendapat informasi lengkap tentang kader Posyandu dan layanan kesehatan ibu dan anak. Setelah itu kami ke Kecamatan untuk memastikan Desa-desa yang termasuk dalam data Stunting, Wasting dan Underweight. Nah, melalui kepala desa kami mendapatkan nama-nama kader posyandu dan juga Bidan Desa yang akan langsung menemani kami menuju ke rumah anak stunting, wasting dan underweight ini,” ungkap Imelda.
Dengan lugas Imelda menjelaskan alur kerja dan juga model screening yang akan dilakukan untuk mendapatkan informasi terlengkap tentang keluarga anak yang didampingi.
Menurut Imelda yang juga adalah Ketua Fatayat NU Sulawesi Barat ini, bahwa anak stunting bisa dipicu berbagai hal. Bukan hanya karena pola makan yang salah tapi juga sanitasi yang buruk.
“Begini, Sanitasi yang buruk dapat menimbulkan penyakit infeksi pada balita serta diare dan kecacingan yang dapat mengganggu proses pencernaan dalam proses penyerapan nutrisi. Nah, jika kondisi ini terjadi dalam waktu lama dapat mengakibatkan stunting. Jadi kunjungan pertama kami ini adalah untuk merekam secara utuh tentang kondiisi lingkungan dan kebiasaan yang ada di rumah anak-anak ini. Sehingga bantuan kami nantinya tidak hanya protein ataupun bahan makanan lainnya yang akan mencukupi kebutuhan nutrisi mereka, tapi bisa juga kebutuhan air bersih, jamban yang sehat dan semua ini perlu terdata dalam screening awal ini. Pada kunjungan kali ini kami juga membawa telur untuk anak-anak dengan kebutuhan 2 telur selama 30 hari. Pada saat ini, Kami belum membawa susu formula karena kami takut nanti tidak cocok dengan susu yang mereka konsumsi. Oleh karena itu dikunjungan pertama ini kami mendata jenis susu formula setiap anak. Bervariasi. Ada juga anak yang hanya ASI. ASI memang selalu lebih baik dan berkualitas,” tutup Imelda.