SULBARONLINE.COM, Mamuju — Penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Barat menetapkan empat orang tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas III Mamuju, tahun anggaran 2018.
Empat tersangka masing-masing berinisial M, SB, AW, dan A.
Kasi Penkum Kejati Sulbar, Amiruddin, menyampaikan pihak penyidik melakukan penahanan terhadap para tersangka berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat (DIDIK ISTIYANTA, SH., MH.) Nomor: PRINT-842/P.6/Fd.2/11/2021, Nomor: PRINT-843/P.6/Fd.2/11/2021, Nomor: PRINT-844/P.6/Fd.2/11/2021, Nomor: PRINT-845/P.6/Fd.2/11/2021 tanggal 11 November 2021 yang memerintahkan Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat melakukan penahanan terhadap para tersangka dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembangunan LPP Kelas III Mamuju, TA. 2018 pada kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sulawesi Barat.
Amiruddin menjelaskan pada tahun anggaran 2018 dilaksanakan pembangunan gedung LPP Kelas III Mamuju yang anggarannya bersumber dari DIPA Lapas Perempuan.
Pembangunan Gedung LPP tersebut dilaksanakan oleh PT. MJK berdasarkan kontrak dengan nilai kontrak sebesar Rp. 17.775.000.000,- (tujuh belas milyar tujuh ratus tujuh puluh lima juta rupiah).
Dalam pelaporan pekerjaan dilaksanakan hingga selesai 100 persen dan telah dibayarkan 100 persen, akan tetapi terdapat kekurangan kuantitas maupun kualitas sehingga diduga merugikan keuangan negara sekira Rp 1,6 miliar.
“Tersangka M selaku PPK telah menyalahgunakan kewenangannya, yaitu melaporkan pelaksanaan atau penyelesaian pengadaan barang atau jasa kepada Kuasa Pengguna Anggaran atau KPA tidak sesuai dengan kenyataan, menyerahkan hasil pekerjaan pengadaan barang dan jasa kepada KPA tidak sesuai dengan kontrak, dan melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran tidak sesuai dengan progres pekerjaan kepada KPA,”kata Amiruddin Kamis 11 November 2021.
Alhasil, pembayaran pekerjaan dilakukan tidak sesuai dengan hasil pekerjaan yang menimbulkan dugaan kerugian negara sekira Rp 1,6 miliar.
“Sementara tersangka SB selaku Pelaksana kegiatan atau Direktur PT. MJK, tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan kontrak, tetapi malah menyerahkan kepada orang lain, yaitu tersangka AW, serta bersepakat untuk membagi-bagikan fee dari pembayaran pekerjaan tersebut.
Pun AW selaku pelaksana lapangan, melaksanakan pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak, serta bersepakat dengan SB untuk membagi-bagikan fee dari pembayaran pekerjaan tersebut. Setelah melaksanakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak, AW melaporkan hasil pekerjaan tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga diduga menimbulkan kerugian negara,” jelasnya.
Adapun peran tersangka A, selaku Konsultan Pengawas/ Direksi CV. CPN, melaksanakan tugasnya dengan melaporkan pekerjaan tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga pembayaran pekerjaan dilakukan tidak sesuai dengan hasil pekerjaan.
Pasal yang disangkakan kepada para tersangka, yakni Pasal 2 ayat (1) subs Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Alasan dilakukan penahanan karena pasal yang disangkakan kepada tersangka adalah pasal yang ancaman hukumannya di atas 5 tahun, serta adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri dan merusak atau menghilangkan barang bukti atau mempengaruhi saksi-saksi lainnya.
Waktu dan tempat penahanan adalah 20 hari di Rutan Kelas II B Mamuju sejak tanggal 11 November 2021 hingga 30 November 2021,” tutup Amiruddin.