Disnaker Sulbar Gelar Edukasi Teknik PPHI Perusahaan Swasta

SULBARONLINE.COM, Mamuju — Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Daerah Sulawesi Barat, menggelar kegiatan Edukasi Teknik Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPIH) Perusahaan Swasta di Hotel Srikandi Mamuju, Selasa (25/7/23).

Kegiatan yang akan berlangsung selama dua hari ini dibuka oleh Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Sekretariat Daerah Pemprov Sulbar, H. Herdin Ismail.

Hadir sebagai narasumber Subkoordinator Subtansi Fasilitasi Perlindungan Bipartit Perusahaan Swasta Direktorat Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ditjen PHI Kementerian Tenaga Kerja Repunlik Indonesia, Viky Akbar Asingapury, Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Sulbar, Muhammad Rafi dan dua Hakim Adhock Pengadilan Negeri Mamuju, Agung Hariyanto.

Hadir juga Sekretaris Dinas Tenaga Kerja Daerah Sulbar, H. Muhammad Alwi, Kabid Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Dinas Tenaga Kerja Daerah Sulbar, Muhammadong, Mediator HI Disnaker Daerah Sulbar, Yuswanto, para pejabat fungsional mediator dan Kabid Hubungan Industrial Disnaker Kabupaten se Sulbar, perwakilan KSBSI Sulbar, perwakilan Apindo Sulbar, para HRD dan Serikat Pekerja Internal Perusahaan Swasta se Sulbar.

Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Sekretariat Daerah Pemprov Sulbar, H. Herdin Ismail saat membuka acara, mengatakan Hubungan industrial merupakan keterkaitan kepentingan antara pekerja dengan pengusaha yang berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat, bahkan perselisihan kedua belah pihak.

“Jadi ini sering terjadi, diakibatkan perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh,” kata Herdin.

Herdin menyebutkan, sesuai data saat ini terdapat 4.080 perusahaan kecil, sedang dan besar yang ada diĀ  Sulawesi Barat, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 57.196 orang.

Sementara, jumlah serikat pekerja yang tercatat pada Dinas Tenaga Kerja kabupaten berjumlah 18 yang terdapat di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Mamuju sebanyak 6 serikat pekerja, 2 Serikat Pekerja di Kabupaten mlMamuju Tengah, dan 10 Serikat Pekerja di Kabupaten Pasangkayu.

“Dengan demikian tentu potensi untuk terjadinya perselisihan hubungan industrial setiap saat bisa terjadi. Hal ini kita melihat kasus perselisihan hubungan industrial di Sulawesi Barat untuk tahun 2022 terdapat 7 kasus PHK, sedangkan untuk tahun 2023 sampai dengan bulan Juli terdapat 6 kasus perselisihan hubungan industrial yang sudah diselesaikan melalui mediasi hubungan industrial yang dilakukan oleh pejabat fungsional mediator hubungan industrial,” jelasnya.

Herdin mengaku, hubungan industrial menjadi salah satu indikator kinerja utama di bidang ketenagakerjaan, mediator dan petugas ketenagakerjaan serta asosiasi perusahaan dan serikat pekerja harus mengambil inisiatif dan menjadi pionir dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan berkelanjutan.

“Karena itu angkah-langkah prefentif dan inovatif perlu menjadi perioritas sehingga perselisihan bisa dihindari. Ada dua hal penting yang perlu dipersiapkan dalam mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, yaitu semua pihak harus memiliki pengetahuan informasi dan wawasan tentang dunia kerja/dunia industri, kemudian pengusaha harus faham bagaimana ketika membangun badan usaha, syarat-syarat apa yang harus dipenuhi, kewajiban apa yang harus dipenuhi dan hak apa yang harus didapatkan,” ujarnya.

“Begitu juga dengan pekerja harus dipersiapkan dengan baik sebelum masuk ke dunia kerja sehingga bisa menjadi pekerja yang baik yang dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta mengerti tentang hak dan kewajibannya,” tambah Herdin.

Karena itu, kata Herdin, perlu ada kolaborasi dari semua pihak pemberi kerja, pekerja dan pemerintah, perlu terlibat aktif dalam memfasilitasi agar hubungan industrial dapat berjalan harmonis.

“Hubungan ini harus diciptakan saling mendukung, saling bergantung dan saling melindungi, pekerja harus memiliki komitmen untuk bekerja dengan baik dan berkontribusi mendatangkan manfaat bagi perusahaan, begitu juga dengan perusahaan harus berkomitmen untuk melindungi dan mensejahterakan pekerja,” katanya.

Pemerintah, lanjut Herdin, tentu bertanggung jawab besar terhadap bagaimana membuat investasi maju agar daerahnya maju, sementara pengusaha bisa maju ketika pekerjanya mengerti hak dan kewajibannya.

Selain itu, menurut Herdin, mediator yang menjadi salah satu garda terdepan dalam mencegah terjadinya perselisihan hubungan industrial terus melakukan upgrading pengetahuan dan memberikan sosialisasi serta edukasi tentang hubungan industrial, baik kepada pemberi kerja maupun pada pekerja.

“Karena perselisihan hubungan industrial sering terjadi karena faktor komunikasi yang tidak berjalan dengan baik dan terbatasnya tentang regulasi, sehingga terjadi benturan antara pemberi kerja dan pekerja,” tukasnya.

Tantangan sekarang, tambah Herdin, saat ini pejabat mediator hubungan industrail di Sulbar masih sangat minim, hanya terdapat 4 orang, 2 dari Dinas Tenaga Kerja Daerah Provinsi Sulbar, 1 orang mediator dari Kabupaten Mamasa dan 1 orang dari Kabupaten Majene, sementara 1 orang menunggu proses di Badan Kepegawaian Daerah (BKD), sedangkan dari Pasangkayu baru mengikuti diklat fungsional hubungan industrial.

“Upaya untuk memaksimalkan pembinaan hubungan industrial dan penyelesaian masalah tentu harus didukung denganSDM yang ada yang idealnya setiap kabupaten memiliki pejabat fungsional mediator. Oleh karena itu saya berharap setiap kabupaten mengusulkan pejabat mediator ke kementerian ketenagakerjaan untuk mendapat legitimasi,” harap mantan Kepala Badan Kesbangpol Sulbar itu.