SULBARONLINE.COM, Mamuju — Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Sulawesi Barat menggelar rapat dengan Satuan Tugas (Satgas) Stunting dan Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Kabupaten Mamuju, Rabu (1/3/23) di Kantor Dinsos Sulbar.
Pertemuan dipimpin langsung Kepala Dinsos Sulbar, Muhammad Rahmat Sanusi, dihadiri Staf Ahli Pemprov Sulbar, Muhammad Hamzih sekaligus sebagai koordinator tim yang ditunjuk Penjabat (Pj) Gubernur Sulbar untuk menangani persoalan kemiskinan Sulbar.
Hadir juga Satgas Stunting Sulawesi Barat, Hastuti Indriani, Koordinator PKH Kabupaten Mamuju, Irham, Kabid Penanganan Fakir Miskin Dinsos Sulbar, Idham Halik, Kabid Linjamsos Dinsos Sulbar, Surdin, Koordinator dan Anggota Satgas Stunting Sulbar, dan sejumlah pendamping PKH Kabupaten Mamuju lainnya.
Kepala Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Barat, Muhammad Rahmat Sanusi mengatakan, pertemuan ini dilakukan sebagai tindaklanjut atas perintah atau arahan Penjabat Gubernur Sulbar kepada para OPD pasca kunjungan Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin di Mamuju beberapa waktu lalu.
“Jadi kami sengaja mengundang dan menghadirkan Satgas Stunting dan pendamping PKH Kabupaten Mamuju untuk mengetahui data mereka terkait kemiskinan di Mamuju melalui PKH dan Satgas Stunting mengenai data dan pemetaan penderita stunting di Sulawesi Barat,” kata Rahmat Sanusi.
Melalui rapat tersebut, diharapkan dapat melahirkan persepsi bersama untuk melakukan langkah dan upaya menurunkan angka stunting di Provinsi ke 33 di Indonesia ini.
“Perlu dilakukan langkah untuk menyiapkan data kemiskinan dan data stunting, terutama juga data keluarga yang berisiko stunting agar kerja-kerja kita dapat lebih maksimal. Karena itu, dalam waktu dekat kami akan menyiapkan data kemiskinan, termasuk dari PKH juga, dan kami akan menyurat ke PK22 BKKBN untuk meminta data agar kita segera melakukan aksi dan segera turun ke lapangan,” jelasnya.
Selain itu, lanjut mantan Kepala DPM PTSP Sulbar ini, diperlukan pertemuan secara rutin untuk melakukan evaluasi dan mengukur upaya dalam penurunan kemiskinan serta penanganan stunting.
“Intinya kita harus turun ke lapangan. Tapi kita awali dengan data yang riil. Jadi kita akan rutin juga melakukan pertemuan dengan melibatkan berbagai pihak,” kunci Rahmat.
Sementara itu, Staf Ahli Pemprov Sulbar, Muhammad Hamzih menyebutkan, bahwa sesuai arahan Wapres beberapa hari lalu, maka penanganan stunting harus dikeroyok dan dikerjakan secara bersama seluruh stakeholder.
Tak hanya persoalan stunting, Hamzih yang secara khusus ditunjuk oleh Penjabat (Pj) Gubernur Sulbar sebagai koordinator tim penanganan kemiskinan di Sulbar menegaskan perlunya keseriusan dan kolaborasi bersama seluruh pihak untuk menangani dua persoalan tersebut, yakni kemiskinan dan stunting.
“Dan dalam rapat yang dilaksanakan bersama bapak Pj Gubernur Sulbar kemarin, maka kita diminta untuk fokus pada dua wilayah, yaitu Sumare dan Rangas dalam persoalan kemiskinan dan stunting. Sebab, sewaktu kita ke wilayah itu ditemukan ada kasus yang luar biasa. Termasuk dalam Data Desa Presisi juga menemukan ada warga miskin yang ekstream di wilayah itu. Jadi, untuk mengurai persoalan kemiskinan dan stunting ini memang diperlukan data yang riil, salah satunya ada di dalam data terpadu kesejahteraan sosial, karena di dalam data itulah kita mengetahui warga kita yang mendapatkan bantuan selama ini,” jelas Hamzih.
“Tugas kita sekarang ini adalah memperbaiki atau mendata secara riil, dan bisa dipadukan dengan data dari BPS dan Data Desa Presisi untuk mengetahui di mana letak warga miskin kita, di mana tempat warga kita yang terkena stunting,” tambah Hamzih.
Selanjutnya, kata dia, sesuai instruksi Pj Gubernur agar pejabat dapat menjadi ‘bapak asuh’ keluarga stunting. Termasuk seluruh ASN yang sebenarnya diharapkan memiliki kesadaran untuk memberikan perhatian terhadap tingginya angka stunting itu.
“Tetapi kembali lagi kepada ASN yang bersangkutan apakah mau atau tidak, karena dibutuhkan sukarela. Jumlah ASN Pemprov Sulbar sekarang ini sekitar 3000 lebih, sudah termasuk para guru SMA yang ASN, kalau semuanya ikut turun melakukan action maka tidak sulit bagi kita menyelesaikan stunting dan kemiskinan ekstream ini,” pungkas mantan Kadispora Sulbar itu.
Di tempat yang sama, Satgas Stunting Sulawesi Barat, Hastuti Indriani mengingatkan semua pihak perlunya memahami antara data stunting dengan data keluarga beresiko stunting.
“Jadi kita harus memiliki pemahaman yang sama terlebih dahulu bahwa titik fokus kita adalah kepada keluarga yang beresiko stunting, yang berarti belum tentu stunting. Dan untuk yang stunting akan dikembalikan kepada keluarga karena stunting itu tidak ada obatnya, harus fokus kepada pencegahan,” katanya.
“Dan pencegahan atau yang biasa sebut dengan istilah 1000 Hari Pertama Kehidupan penyelamatan dimulai dari bayi berumur 0 bulan sampai dengan 24 bulan, dan di saat itulah masa emasnya, di mana kita harus melakukan intervensi. Jika dilakukan intervensi di atas usia 2 tahun dinilai sudah sulit dilakukan intervensi,” sambungnya.
Mantan Anggota DPRD Sulbar itu menjelaskan, bahwa masalah stunting bukan masalah biasa yang hanya ditangani oleh Satgas Stunting saja. Namun, stunting adalah masalah multi dimensi dan harus dikerjakan oleh lintas sektoral, perlu dibangun koordinasi, kolaborasi, konvergensi dan sebagainya.
“Apalagi saat kunjungan Wakil Presiden yang meminta perlunya koordinasi, kolaborasi yang lebih maksimal dengan seluruh stakehokder, ditambah dengan instruksi Gubernur bahwa kita semua stakeholder untuk menjadi bapak asuh dan menjadi orang tua dari anak stunting. Sehingga penanganan yang dilakukan bukan hanya berteori, tetapi harus melakukan upaya akselerasi dan percepatan untuk melakukan intervensi langsung dan nyata di lapangan,” tutupnya.