SULBARONLINE.COM, Mamuju — Barisan Pemuda Pembela (BPP) Sulawesi Barat (Sulbar) meminta Ketua dan Anggota DPRD Sulbar untuk menggunakan Hak Interpelasi dan Hak Angket kepada Penjabat (Pj) Gubernur Sulbar, Akmal Malik.
Permohonan penggunaan hak interpelasi dan hak angket DPRD Sulbar itu tertuang dalam Surat dan Amanat yang ditandatangani langsung oleh Komandan BPP Sulawesi Barat, Drs. Naharuddin M.Si, dan telah dikirim ke DPRD Sulawesi Barat, Selasa (01/11/22).
Adapun surat dan amanat Perjuangan Barisan Pemuda Pembela Sulawesi Barat dengan nomor: 001/AMANAT/BPP-SB/N/2022, tanggal 28 Oktober 2022 kepada Penjabat Gubernur Sulawesi Barat (Bapak Dr. Drs. Akmal Malik, M.Si) tentang Tapal Batas Wilayah Kabupaten Pasangkayu Provinsi Sulawesi Barat dengan Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah, dan Surat Gubernur Sulawesi Barat nomor: B-600/2679/2022 perihal pengalihan kawasan Tora untuk menjadi Integrated Shrimp Estate di Mamuju Tengah kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dalam suratnya, Komandan BPP Sulbar, Drs. Naharuddin M.Si membagi 3 poin amanat yang mesti menjadi perhatian oleh Penjabat Gubernur, Ketua DPRD, Anggota DPRD dan 8 Fraksi di DPRD Sulawesi Barat.
“Memperhatikan dinamika kepemimpinan bapak Akmal Malik selama menjadi kepala daerah/Penjabat Gubernur Sulawesi Barat, Barisan Pemuda Pembela Sulawesi Barat memandang perlu untuk menyampaikan amanat,” bunyi dan isi surat tersebut.
Amanat Pertama, Pj Gubernur hendaknya lebih banyak belajar untuk mengenal dan mencari solusi terhadap masalah-masalah prinsip yang sangat penting dan sangat mendesak, yang dihadapi Sulawesi Barat saat ini, agar tidak keliru mengambil kebijakan.
Masalah-masalah yang dimaksud, antara lain:
Pertama, memastikan dinamika pembangunan di Sulawesi Barat sesuai kewenangannya berada pada jalur yang tepat dengan tetap memperhatikan rencana pcrioritas sesuai RTRW, RPJP, RPJMD, RKP dan Restra OPD sebagai haluan pembangunan daerah, agar Provinsi Sulawesi Barat dapat mengarah untuk mencapai tujuan pembentukannya.
Kedua, memastikan tata kelola kepemerintahan berjalan efektif, produktif dan efisien yang mengacu pada kontrak kerja out come untuk pimpinan OPD, bukan sekedar kontrak kerja out put yang tidak dapat diukur out come-nya.
Ketiga, memastikan proses mutasi ASN Pemprov Sulawesi Barat sesuai prosedur baku dengan tetap memperhatikan kapasitas dan kompetensi masing masing eselon II, IIl dan IV, bukan untuk memenuhi kepentingan subyektif tertentu apalagi hanya sekedar memenuhi keinginan tenaga ahli yang mendampingi bapak.
Keempat, memastikan adanya regulasi mitigasi bencana berupa Perda atau Pergub sebagai SOP kebencanaan dan untuk menurunkan rating Sulawesi Barat yang saat ini menempati rating paling atas rawan bencana versi IRBI (Indeks Rawan Bencana Indonesia).
Kelima, memastikan penanganan kerusakan lingkungan, pemulihan ekonomi pasca gempa Mamuju — Majene dan pasca pandemic Covid-19, pengangguran, stunting, IPM dan penyakit sosial lainnya.
Keenam, Bapak dan tenaga ahlinya hendaknya lebih banyak belajar tentang kearifan lokal, belajar menghargai orang lain, tidak merasa paling benar dan paling pintar sendiri, dan tidak merasa serba tahu semua masalah yang justru akan mempersulit bapak sendiri sebagai kepala daerah/penjabat Gubernur dalam menjalankan sistem kepemerintahan di Sulawesi Barat ini.
Amanat Kedua, sesuai Permendagri Nomor 60 Tahun 2018 Tentang Batas Daerah Kabupaten Pasangkayu Provinsi Sulawesi Barat telah mengakibatkan hilangnya wilayah Provinsi Sulawesi Barat seluas 8.890,23 Ha.
Hal ini, menurut Naharuddin, tentu sangat merugikan rakyat Kabupaten Pasangkayu dan merugikan Provinsi Sulawesi Barat.
“Bahwa demi menjunjung tinggi harkat dan martabat wilayah teritorial Provinsi Sulawesi Barat, bapak sebagai kepala daerah/penjabat Gubernur Sulawesi Barat mestinya tidak tinggal diam dan harus segera melakukan langkah-langkah hukum untuk menggugat permen ini sebelum segalanya terlambat,” tegas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Aksi Pembentukan (KAP) Sulawesi Barat itu.
Amanat Ketiga, berdasarkan Surat Gubernur Sulawesi Barat Nomor B-600/2679/2022 Perihal Permohonan Pengalihan Kawasan Tora untuk menjadi Integrated Shrimp Estate tertanggal 29 September 2022 yang ditujukan kepada Menteri ingkungan Hidup dan Kehutanan, agar segera dibatalkan, mengingat antara lain:
Pertama, program Tora adalah ikatan janji politik Presiden Joko Widodo saat kampanye calon Presiden periode kedua dan sudah menjadi program nasional.
Kedua, usulan Tora seluas 1.900 Ha lebih ini sudah melalui proses yang sangat panjang sejak tahun 2019, dan saat ini tinggal menunggu SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Ketiga, Surat Gubernur tersebut akan mematahkan harapan lebih dari 1.000 KK yang untuk dapat memperoleh Tora sebagai alas hukum untuk mendapatkan sertifikat hak milik.
Keempat, kami menghargai upaya bapak untuk membangun Integrated Shrimp Estate, tapi jangan kemudian merugikan rakyat, apalagi akan mencaplok lahan yang mereka garap selama puluhan tahun dengan dalih investasi dan menjadikan mereka sebagai pekerja saja.
Kelima, akan lebih elok dan lebih manusiawi jika usulan Tora seluas 1.900 ha lebih untuk lebih dari 1.000 kk diterbitkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan menjadi alas hak mereka untuk bermitra dengan investor Integrated Shrimp Estate dalam bentuk tambak plasma.
Keenam, jika surat gubernur tersebut tidak dibatalkan dalam jangka waktu 7 hari kerja sejak surat ini kami serahkan kepada bapak, kami akan melakukan upaya pembatalan dengan cara kami sendiri, hal ini kami lakukan untuk membela hak lebih dari 1.000 kk warga Sulawesi Barat.
“Amanat ini kami sampaikan kepada bapak sebagai kepala Daerah/Penjabat Gubernur Sulawesi Barat untuk menjadi perhatian. Dan jika bapak tidak mampu melaksanakan amanah ini, lebih baik mundur sebagai kepala daerah/penjabat Gubernur Sulawesi Barat,” tutupnya.