SULBARONLINE.COM, Mamuju — Puluhan kader Pergerakan ?ahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Mamuju menggelar aksi demonstrasi di kantor ATR/BPN Mamuju, Selasa (5/3/24) buntut dugaan pungutan liar (pungli) yang berada di kantor itu.
Menurut ketua Penguris Cabang PMII Mamuju, M Radi Tasming Saputra aksi yang digelar merupakan aksi spontan karena aduan langsung dari masyarakat.
“Masyarakat mengeluh atas biaya akomodasi dan konsumsi untuk pengukuran pemetaan dan pendaftaran pertama kali yang dibebankan kepada masyarakat yang mengurus, apa lagi yang kami dampingi adalah masyarakat tidak mampu,” tegas Radi.
PMII Mamuju juga menegasakan di dalam Peraturan PemerintH (PP) no 128 tahun 2015 dan Permen no 25 tahun 2016 jelas dikatakan bahwa masyarakat tidak mampu dibebankan nol rupiah untuk berepa tarif dan jasa yang ada di Kementrian Pertanahan, salah satunya pengukuran, pemetaan dan pendaftaran pertama kali.
Namun kata Radi, yang terjadi di lapangan sanggat miris, sebab beredar surat persetujuan yang diduga dibuat oleh oknum di kantor BPN Mamuju, yang berisi tentang point permohonan yang akan disetujui oleh pemohon atau pendaftar.
“Di selebaran dikatakan bahwa pemohon menanggung biaya konsumsi dan akomodasi panitia pengukur tanah, bahkan sampai harus menyediakan kendaraan roda empat untuk menjemput dan mengantar balik panitia,” ungkapnya.
“Kami juga mengkonfirmasi ke salah satu pihak yang bermohon surat persetujuan itu bukan dibuat oleh sang pemohon tapi barang jadi dari kantor pertanahan yang diberikan ke pemohon untuk ditanda tangani di atas metrai tanpa kop kantor. Dan bahkan kami sebut itu tidak layak sebagai surat karena dibuat Abal-abal,” jelasnya menambahkan.
Pihak pemohon, lanjut Radi, juga mengakui bahwadtelah dimintai biaya sebesar Rp 600 ribu untuk pengganti konsumsi dan akomodasi jika tidak ingin menjemput dan menanggung komsumsi panitia. Padahal tanah pemohon yang ingin di ukur hanya beralamat di Simbuang, Kecamatan Simboro, atau tak jauh dari Kantor BPN Mamuju.
“Kami dari PMII Mamuju meminta pihak kantor pertanahan Mamuju segerah mengevaluasi layanan yang ada di kantor, apa lagi masyarakat yang tidak mampu itu diberikan sosialisasi untuk mengurus surat keterangan tidak mampu di Kelurahan atau Desa. Jangan langsung saja berikan nominal ke masyarakat, harus tanyakan dulu dan identifikasi apakah masyarakat tersebut masuk kategori tidak mampu atau tidak,” tegasnya.
“Dan juga kami mendesak kantor pertanahan Mamuju untuk mengonfirmasi dan menindaki siapa yang membuat format persetujuan warga itu. Seharusnya warga sendiri yang membuat permohonan itu bukan dibuatkan oleh kantor,” tambahnya.
Radi juga menegaskan, secara kelembagaan PMII Mamuju juga mengritik pengurusan sertifikat tanah yang memakan waktu yang sangat lama, bahkan ada yang bertahun-tahun, serta layanan yang dianggap buruk selama ini.
“Ini catatan buruk PMII Mamuju, dan kami akan melakukan demonstrasi besar-besaran jika tuntutan kami dengan rakyat tidak diindahkan yaitu menindaki dugaan oknum oknum yang bermain memeras rakyat,” kuncinya.