SOMPHAD Sebut Kasus Replanting Mateng Jalan di Tempat, Kejati Sulbar Dinilai Tak Serius

SULBARONLINE.COM, Mamuju — Lembaga Solidaritas Pemerhati Hutan dan Anti Diskriminasi (SOMPHAD) Sulawesi Barat mempertanyakan kelambatan proses hukum dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Barat terkait kasus replanting atau peremajaan sawit di Mamuju Tengah (Mateng).

Ketua SOMPHAD Sulawesi Barat, Muh. Amril menegaskan, jika Kejati Sulbar tidak mampu membongkar kasus hukum replanting di Mateng, maka disarangkan agar menyampaikan ke ruang publik bahwa program replanting di Mamuju Tengah tidak bermasalah dan sesegera mungkin menghentikan penyelidikan.

“Jaadi kami sarankan agar Kejati Sulbar menyampaikan ini ke publik, bahwa terkait dugaan kami dalam proses pengelolaan replanting di Mamuju Tengah, baik itu dugaan kami tentang kesiapan lahan atas kuota yang turun tak seimbang, dengan jumalah perkebunan sawit yang hendak direplanting, sehingga sebagian kuota replanting justru menjadi penanaman sawit pada lahan baru atau sapras. Kemudian tentang kuota replanting ditanam diatas kawasan hutan lindung di wilayah kecamatan Karossa, Mamuju Tengah,” kata Amril.

Termasuk, kata Amril, tentang sebahagian kelompok penerima program replanting adalah kelompok yang tak memenuhi syarat menjadi kelompok penerima, serta terkait dana tunggu yang diserahkan kepada kelompok tani penerima program replanting, yang diduga jumlahnya tak sesuai dengan jumlah yang seharusnya diterima oleh kelompok penerima.

“Dimana seharusnya setiap pemilik lahan dalam kelompok menerima Rp.30 juta perhektar, namun ditengarai petani menerima kurang dari Rp.30,” sebutnya.

Selain itu, Kejati Sulbar juga didesak segera menyampaikan ke ruang publik bahwa pengelolaan replanting sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, meskipun di lapangan pihak Lembaga SOMPHAD di beberapa titik tidak menemukan tumbang cipping (sisa penebangan pohon kelapa sawit/akar bawah sawit) dalam program replanting tersebut.

“Bahkan kami sangat sesalkan karena penanaman itu dilakukan di areal lahan baru. Kemudian, dugaan dugaan kami atas
adanya penyalahgunaan kewenangan, dengan dulakukannya penanaman sawit di atas lahan yang bukan dari lahan perkebunan sawit, dan dugaan kami telah terjadi gratifikasi,” tegasnya.

Begitupun sebaliknya, lanjut Amril, jika Kejati Sulbar masih merasa mampu menyelesaikan kasus tersebut, maka didesak untuk segera menyampaikan ke ruang publik bahwa replanting memang bermasalah, dan selanjutnya segera menangkap orang-orang yang terlibat di dalam kasus ini.

“Bahkan jika perlu serahkan penyelidikan kasus ini ke pihak Polda Sulbar untuk membuat tersangka segera dapat ditetapkan, sebab Polda memiliki infrastruktur yang lebih banyak dan terorganisir dengan pasukan yang kuat. Jangan seperti saat ini yang kami saksikan, Kejati terkesan mengolor-olor kasus ini sehingga begitu terkesan lambat dalam penanganan,” katanya.

“Hal ini dibutuhkan sebagai bentuk sikap tegas lembaga hukum di daerah kita ini dalam penanganan kasus, khususnya masalah replanting. Sebab jika terulur lama seperti ini, sungguh hanya melahirkan kekisruhan di ruang publik. Penegak hukum wajib memberikan keyakinan pada publik bahwa hukum kita masih dapat diharapkan dalam penegakan keadilan,” tambahnya.

Seharusnya, lanjut pria sapaan akrab Rio, pihak Kejati Sulbar sudah menyelesaikan kasus ini, sebagaimana statemen Asisten Intelijen Kejati Sulbar, Irvan Pahala Samosir beberapa waktu lalu di media.

Kata Irvan, bahwa Kejati Sulbar masih melanjutkan kasus dugaan replanting (peremajaan) Sawit di Kabupaten Mamuju Tengah dan Pasangkayu.

“Kasusnya masih dilanjutkan dan sudah ditingkatkan ke pidana khusus (Pidsus),” kata Irvan Samosir seperti yanh dikutip di salah satu media online

Terkait kasus tersebut saat ini belum ada yang ditetapkan tersangka. Irvan mengungkapkan ratusan saksi sudah diperiksa baik itu kelompok petani maupun pejabat pemerintahan. Selain itu, dia memastikan ada kerugian negara dalam replanting sawit.

“Sudah sampai seratus saksi diperiksa. Tidak mungkin kita periksa kalau tidak ada dugaan kerugian negara dalam replanting sawit,” tandasnya.

Dari komentar pihak Kejati Sulbar, menurut Rio, kasus tersebut harusnya lebih jelas dan terus berlanjut.

“Maka kesimpulan kami, seharusnya sudah ada langkah yang jauh lebih maju yang dilakukan oleh Kejati Sulbar jika ingin menegakkan keadilan di negeri tanah Mandar ini,” tutupnya.